20.5.07

Satu negeri hancur lebur, satu negeri lagi menegakkan kepala dengan bangga.

Tapi tidak sampai 30 tahun kemudian keadaan kembali berubah total. Negeri yang hancur lebur itu bangkit dengan cepat seperti pelari yang tak pernah mau menghabiskan waktu dengan berjalan santai. Sedangkan negeri yang awalnya menegakkan kepala dengan bangga itu justru masih terus melangkah santai tanpa merasa perlu terburu-buru.

Lalu kudengar berita dari radio bahwa terjadi kerusuhan besar di Jakarta pada 15 Januari 1974. Mobil-mobil Jepang dibakar di tengah jalan. Semangat anti Jepang bangkit kembali di kalangan mahasiswa dan pelajar. Radio menyebut peristiwa itu sebagai Malari. Terus terang ketika mendengar berita itu dulu, aku jadi bangga terhadap harga diri generasi muda tahun 70-an yang tak mudah dilunakkan dengan berbagai bantuan. Tentu aku keberatan dengan kerusakan yang terjadi akibat peristiwa itu, karena bagaimana pun selalu menjadi korban tetap saja rakyat jelata. Satu hari yang terganggu dan tak bisa menyebabkan mereka bekerja, adalah satu hari yang harus dilalui dengan menahan lapar karena tak ada penghasilan yang masuk.

Kudengar para mahasiswa itu ditangani secara keras oleh pihak militer. Aku juga pernah merasakan bagaimana kerasnya kehidupan dalam gaya militer, meskipun aku bukan jenderal sesungguhnya. Tapi aku tak setuju dengan tindakan militer yang melakukan tindakan tangan besi terhadap mahasiswa dan pelajar, apa pun alasannya. Apalagi jika harus dihadapi dengan sepatu lars dan bedil. Para petinggi adalah bapak kandung dari para mahasiswa. Anak-anak mereka sendiri. Tak bisa aku mengerti jika ada seorang bapak yang bertindak dengan tangan besi, apalagi sampai membunuh darah dagingnya sendiri.

Tapi kemudian peristiwa Malari hanya meninggalkan sedikit riak yang tak menyebabkan perubahan berarti. Gugatan para mahasiswa yang aku lihat dilakukan dengan kecintaan tulus agar bangsa ini tak banyak bergantung dari pihak asing, lenyap dengan mudahnya seperti debu yang tersapu hujan. Tak berbekas.

Hanya beberapa tahun kemudian, tak terdengar lagi semangat untuk mencoba bangkit atas kekuatan sendiri, semangat yang seharusnya justru dipelajari dari Jepang. Kudengar sejak tahun 80-an itu semakin banyak saja mahasiswa Indonesia yang belajar ke Jepang, negeri yang pernah menyengsarakan kehidupan orang tua dan kakek mereka. Bukan maksudku mengatakan bahwa tindakan para mahasiswa itu salah. Tidak.

Jepang menunjukkan kemajuan mereka yang luar biasa hampir di semua hal. Mereka menciptakan mobil-mobil hebat yang harganya lebih murah dari mobil-mobil buatan Amerika atau negara Eropa lainnya seperti Jerman atau Perancis. Jadi bukan saja Jepang mengejar ketertinggalan mereka dari bangsa Asia setelah kekalahan telak pada Perang Dunia itu, mereka juga berlari cepat dibandingkan negeri-negeri maju di tingkat dunia lainnya.

Mungkinkah Indonesia sebaiknya juga mengalami hancur lebur seperti yang dialami Jepang supaya bisa merasakan sakitnya sebuah kekalahan? Tapi tidakkah penjajahan selama berabad-abad yang dialami negeri ini juga sebuah kekalahan telak yang mestinya tak perlu dialami lagi dalam bentuk apapun oleh generasi setelah kemerdekaan?

Jadi apa yang salah dengan perkembangan negeri yang katanya surga katulistiwa ini? Aku tentu saja tak bisa menemukan jawabannya. Aku hanya lelaki jalanan, kurang pendidikan, kurang tata krama, kurang pengetahuan, yang hanya bisa terheran-heran melihat semua kenyataan ini. Jangan-jangan tanpa bantuan modal Jepang, pembangunan Indonesia pun tak akan secepat sekarang?

---------
Beberapa paragraf kutipan dari novel Nagabonar Jadi 2 yang ditulis oleh Akmal Nasery Basral. Filmnya bagus banget, novelnya juga bagus banget. Gak cuma sekedar dari film kedua aja, tapi juga diambil dari Nagabonar 1 (kayaknya) dan sejarah pasca kemerdekaan. Recommended banget deh!!!!

Sengaja kutipan ini di-post hari ini. Untuk memperingati Hari Kebangkitan Nasional, yang ironis sebenernya, mengingat bangsa ini terpuruk di hadapan dunia. Apa harusnya diganti jadi HARI ke-BANGKIT-(k)AN NASIONAL ya? Hehehehe...

Anyway, untuk Indonesiaku, MERDEKA!!!

1 comment: