11.6.10

Satu Jam Saja

Sewaktu kuliah dulu, ada seorang dosen yang memberikan artikel ini kepada semua mahasiswanya. Termasuk aku. Hari ini teringat kembali tentang artikel itu.. rasanya masih relevan, walaupun artikel ini dibuat 5 tahun yang lalu..

---

SATU JAM SAJA
Oleh Anang Zaini
Guru Besar ITB 

Suatu kisah klasik yang mungkin bisa mengilhami Inpres No.10/2005 tentang "penghematan Energi" dari dua anak yang melaksanakan amanah ayahnya yang meninggal. Amanahnya ialah: supaya kedua anaknya kalau pergi ke tempat kerja janganlah kena matahari dan jangan lupa makan ikan setiap hari.Anak pertama melaksanakan amanah ini dengan membuat koridor yang dibangun sepanjang jalan dari rumah sampai ke tempat kerjanya untuk menghindari panas matahari dan dia tak lupa makan ikan tengiri setiap hari. Tapi, kemudian dia jatuh miskin. Sebaliknya anak kedua menjadi kaya raya. Dia berbeda pelaksanaannya. Dia berangkat pagi-pagi sebelum matahari terbit dan baru pulang setelah matahari tenggelam sehingga tidak kena terik matahari dan setiap hari makan ikan teri supaya hemat.

Satu amanah dengan dua interpretasi yang berbeda dan memberikan hasil yang beda. Anak pertama menjadi miskin karena penafsiran yang naïf dan boros, sedangkan yang kedua menjadi kaya karena berfikir kreatif dan cerdas.

Demikian pula dalam kenyataan Inpres No.10/2005 dilaksanakan dengan bermacam-macam interperetasi. Yang paling gampang interpretasinya ialah mematikan semua lampu pada waktu malam. Ada yang pergi ke kantor menunggang kuda. Ada yang melarang atau membatasi kegiatan yang berhubungan langsung dengan energi atau BBM. Penghematan yang diartikan hanya mengurangi atau menghilangkan tanpa dasar yang rasional dapat memberikan dampak negatif terutama dalam jangka panjang.

Presiden Susilo Bambang Yudhojono mengatakan bahwa bangsa Indonesia sangat boros energi dan juga Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro menyatakan bahwa Indonesia memakai 2 kali energi untuk kegiatan yang sama. Sasaran pemerintah sekarang ini adalah menghemat energi.

Mengingat bahwa energi memiliki peran yang sangat besar pada semua sektor ekonomi dan kehidupan bangsa Indonesia ini. Ada baiknya, Inpres ini yang memiliki prinsip "Semangatnya mengurangi kenyamanan, tetapi tidak meninggalkan kegiatan ekonomi" dapat dijadikan dasar "gerakan effisiensi nasional." yang berkaitan dengan semua sektor. Effisiensi nasional dan produktivitas kita sangat rendah dan sangat prihatin sehingga daya saing pun rendah. Effisiensi dapat ditingkatkan dengan menyederhanakan, subsitusi, membuang yang tak perlu, memanfaatkan teknologi, menggabung kegiatan yang sama dan lain-lain, tetapi tujuan atau fungsinya tetap tercapai. Dalam era globalisasi, kita dituntut untuk terus untuk lebih efisien, harga murah, mutu yang tinggi dan waktu pengiriman yang cepat. Dalam dunia tekstil yang, mengalami saingan sangat berat, dituntut waktu pengiriman 17 hari yang tadinya diizinkan waktu pengiriman 3 bulan (90 hari). Begitu pula produktivitas pekerja sangat rendah meskipun upah yang sangat rendah ($0.25 per jam) dibandingkan dengan pekerja Jerman yang upahnya $25 per jam atau 100 kali upah Indonesia. Sehingga ada joke, yaitu orang Jepang kalau kerja berkeringat karena mereka adalah pekerja ulet, tetapi sebaliknya orang Indonesia berkeringat sewaktu makan saja.

Sebetulnya banyak contoh untuk meningkatkan efisiensi dalam kehidupan kita sehari-hari dan hampir semua orang pernah melihat atau mengalaminya. Mungkin kita tak pernah menghitung harga lubang ditengah jalan yang diameternya sekitar 50 cm? Kalau kita isi lubang itu dengan aspal, maka nilainya adalah adalah sekitar tidak lebih dari Rp 20 ribu. Tapi kalau kita biarkan, maka nilainya lebih dari Rp100 juta atau 5.000 kali. Nilai ini dihitung dengan adanya antrian yang panjang, kecelakaan, atau kerusakan kendaraan-kendaran karena masuk lubang.

Kita simak lebih jauh lagi. Suatu berita di koran Tempo atas hasil survai mengenai bangsa yang banyak bangun pagi-pagi. Bangsa Indonesia dan juga Vietnam termasuk jago bangun pagi. Tentu ini membanggakan dari kaca mata Indonesia. Tetapi kalau dilihat dari pandangan orang Malaysia dan Singapura, mereka akan mengatakan belum tentu. Mereka akan bertanya: rata-rata jam berapa bangsa Indonesia itu bangun pagi? Kalau dijawab jam lima pagi. Maka mereka akan mengatakan: itu sudah siang. Jam lima Indonesia itu adalah jam enam pagi di Malaysia dan Singapura. Jam mereka menunjukkan satu jam lebih cepat dari jam Indonesia pada saat yang sama. 

Oleh karena itu sewaktu terjadi "Black Monday" yang melanda pasar saham di Amerika Serikat, maka pasar modal di Malaysia dan Singapura sudah bereaksi cepat dan kerja keras, tetapi Indonesia masih tidur. Apalagi Jepang dan Hongkong sudah mengetahui sebelumnya.

Kalau kita lihat bagaimana orang Eropa berkaitan dengan jam yang mereka ikuti. Cukup menarik. Setiap tahun, jam diubah dua kali, Pada musim dingin, jam digeser kedepan satu jam atau dipercepat satu jam pada setiap tanggal 31 Oktober. Jam yang menunjukkan jam 6 pagi (atau jam 12 siang di Indonesia) diputar kearah jam 5 pagi dengan waktu yang baru (tetapi jam Indonesia tetap jam 12 siang di Indonesia). Artinya secara gampangan, orang Eropa disuruh tidur satu jam lagi karena matahari belum terbit pada jam 6 pagi waktu yang lama. Tetapi sebaliknya pada musim panas, pada tanggal 31 Maret, jam digeser ke belakang, artinya yang tadinya jam 10 malam diubah menjadi jam 9 malam waktu baru. Mereka akan tidur lebih cepat satu jam. Pergeseran-pergeseran ini disengaja dibuat sehingga waktu kegiatan memberikan dampak yang cukup besar bagi penghematan listrik dan kehidupan mereka.

Singapura apalagi Malaysia terletak sebelah timur Indonesia. Tetapi mereka memiliki waktu lebih awal dari Indonesia. Jam 6 Malaysia dan Singapore sama dengan (=) jam 5 Indonesia. Jam 6 Malaysia dan Singapura = jam 5 Indonesia. Artinya dalam saat yang sama orang Indonesia merasa pagi-pagi sekali dan masih tidur, tetapi orang Malaysia dan Singapura harus bangun karena sudah jam 6. Tetapi bila jam Indonesia digeser satu jam saja atau bila jam 5 kita geser menjadi jam 6 juga, yaitu sama dengan Malaysia dan Singapura. Jam 6 Malaysia dan Singapura = jam 6 Indonesia, maka orang Indonesia dalam saat yang sama sudah bangun seperti orang Malaysia dan Singapura.

Dengan satu jam saja, kita telah mengubah pola hidup kita. Matahari akan terbenam jam 7, bukan jam 6. Jadi bila kita biasa tidur jam 9 waktu yang baru, maka sebenarnya tidur lebih awal yaitu jam 8 waktu yang lama. Jadi suatu penghematan listrik yang sangat besar. Kantor-kantor dan toko swalayan akan tutup satu jam lebih cepat.

Begitu pula kehidupan sosial berbeda.dan positif . Keuntungan dari sudut global berupa memperoleh informasi lebih awal dan pembuatan keputusan terhadap perubahan- perubahan strategis. Perubahan "Satu Jam Saja" ini memiliki potensi penghematan yang luar biasa. Dugaan kuat penghematan lebih dari Rp satu trilyun pertahun.". Ini adalah suatu terobosan yang menjanjikan untuk penghematan energi dan memberikan dampak positif yang luas dan untuk jangka panjang.

---

 ~ Mona Luthfina

P.S. Aku lupa media apa yang mempublikasikan artikel ini, aku cuma ingat judulnya dan penulisnya.. googling, dapetnya di sini. Hohohoho.. 

2 comments:

  1. mOna.. honestly aku enggak inget hehhe..
    tapi artikelnya bagus untuk dilakukan

    *set alarm lebih cepat*

    ReplyDelete