Beberapa tahun belakangan, setelah aku dan teman-temanku lulus dan bekerja, aku menyadari banyak terjadi perubahan pada teman-temanku. Salah satunya adalah sebagian besar dari mereka menjadi begitu mandiri. Atau mungkin terpaksa mandiri.
Mengapa terpaksa?
Mereka tidak lagi memiliki sahabat yang bisa setiap saat ada di samping mereka (physically) atau bisa setiap saat ditelepon (berat di ongkos dah curhatnya :D). Jadi, kalau dulu semasa kuliah jika ada masalah bisa langsung curhat, dan menyelesaikan masalah itu bersama-sama dalam waktu cepat, kini tidak lagi. Mungkin ini yang membuat mereka menjadi semakin mandiri. Mereka bertemu dengan masalah yang tidak lagi bisa dipecahkan bersama, tapi hanya bisa bergantung pada diri sendiri untuk menyelesaikannya. Sendiri lebih tepat mungkin ya, dibanding mandiri :)
Perasaan telah berhasil menyelesaikan masalah sendiri ini (tanpa bantuan langsung dari keluarga atau teman), membuat hidup mereka kemudian menjadi sedikit demi sedikit tanpa disadari terisolir. Kini, jika tidak bisa menghabiskan weekend dengan teman-teman, tidak masalah. Tidak jadi bertemu teman, juga tidak masalah. Tidak ditelepon dan menelepon teman, juga tidak masalah. Tidak ada komunikasi (sms, chat, e-mail, dsb, dsb) tidak masalah. Mereka sedang menikmati kemampuan mereka untuk menjalani hidup ini tanpa tergantung oleh orang lain.
Mereka, menjadi sangat mandiri, dan hal ini membuatku bangga sekaligus sedih. Sedih bukan karena tidak lagi bisa berkomunikasi langsung dan cepat dengan mereka, tapi sedih karena yang disebut kemandirian itu tanpa mereka sadari menyeret mereka pada kesepian. Sedihnya lagi, jika aku tahu ada salah seorang temanku sedang terseret dalam satu masalah, tapi mereka merasa begitu kuatnya, sehingga yang biasanya mudah menangis menjadi tidak menangis sama sekali, dan aku cuma bisa berkata, "Big hugs, sayang.. it's gonna be ok.." lewat SMS atau chatting sementara aku sendiri tidak yakin apakah semua memang baik-baik saja atau tidak, karena aku tidak tahu dan aku tidak lihat sendiri. Sedih, karena aku dalam posisi tidak bisa langsung memeluk temanku ini dan memberikan komentar-komentar yang dapat memancing dia menangis atau bahkan marah (aku rasa menangis dan marah itu sehat dalam sebuah masalah, daripada tidak ada emosi sama sekali, itu lebih ngeri).
They are alone and lonely..
Aku takut, teman-temanku ini, menjadi terlalu angkuh untuk merasa... karena yang terjadi adalah, mati rasa.
Ketika kita lulus dari kehidupan yang satu dan memulai kehidupan lainnya, akan selalu ada sekumpulan sesuatu yang akan membuatmu belajar setiap harinya. Untuk persahabatan dan pertemanan, setelah kehidupan sekolah dan kuliah selesai, yang sulit bukan lagi menghadapi karakter dan emosi dari masing-masing teman, yang sulit adalah menjaga komunikasinya. Apakah tanpa komunikasi, sahabat akan selalu menjadi sahabat, teman akan selalu menjadi teman? Toh, tak ada ikatan darah seperti keluarga yang walaupun bertahun-tahun tak berkomunikasi akan selalu sama statusnya, keluarga.
Mengapa terpaksa?
Mereka tidak lagi memiliki sahabat yang bisa setiap saat ada di samping mereka (physically) atau bisa setiap saat ditelepon (berat di ongkos dah curhatnya :D). Jadi, kalau dulu semasa kuliah jika ada masalah bisa langsung curhat, dan menyelesaikan masalah itu bersama-sama dalam waktu cepat, kini tidak lagi. Mungkin ini yang membuat mereka menjadi semakin mandiri. Mereka bertemu dengan masalah yang tidak lagi bisa dipecahkan bersama, tapi hanya bisa bergantung pada diri sendiri untuk menyelesaikannya. Sendiri lebih tepat mungkin ya, dibanding mandiri :)
Perasaan telah berhasil menyelesaikan masalah sendiri ini (tanpa bantuan langsung dari keluarga atau teman), membuat hidup mereka kemudian menjadi sedikit demi sedikit tanpa disadari terisolir. Kini, jika tidak bisa menghabiskan weekend dengan teman-teman, tidak masalah. Tidak jadi bertemu teman, juga tidak masalah. Tidak ditelepon dan menelepon teman, juga tidak masalah. Tidak ada komunikasi (sms, chat, e-mail, dsb, dsb) tidak masalah. Mereka sedang menikmati kemampuan mereka untuk menjalani hidup ini tanpa tergantung oleh orang lain.
Mereka, menjadi sangat mandiri, dan hal ini membuatku bangga sekaligus sedih. Sedih bukan karena tidak lagi bisa berkomunikasi langsung dan cepat dengan mereka, tapi sedih karena yang disebut kemandirian itu tanpa mereka sadari menyeret mereka pada kesepian. Sedihnya lagi, jika aku tahu ada salah seorang temanku sedang terseret dalam satu masalah, tapi mereka merasa begitu kuatnya, sehingga yang biasanya mudah menangis menjadi tidak menangis sama sekali, dan aku cuma bisa berkata, "Big hugs, sayang.. it's gonna be ok.." lewat SMS atau chatting sementara aku sendiri tidak yakin apakah semua memang baik-baik saja atau tidak, karena aku tidak tahu dan aku tidak lihat sendiri. Sedih, karena aku dalam posisi tidak bisa langsung memeluk temanku ini dan memberikan komentar-komentar yang dapat memancing dia menangis atau bahkan marah (aku rasa menangis dan marah itu sehat dalam sebuah masalah, daripada tidak ada emosi sama sekali, itu lebih ngeri).
They are alone and lonely..
Aku takut, teman-temanku ini, menjadi terlalu angkuh untuk merasa... karena yang terjadi adalah, mati rasa.
Ketika kita lulus dari kehidupan yang satu dan memulai kehidupan lainnya, akan selalu ada sekumpulan sesuatu yang akan membuatmu belajar setiap harinya. Untuk persahabatan dan pertemanan, setelah kehidupan sekolah dan kuliah selesai, yang sulit bukan lagi menghadapi karakter dan emosi dari masing-masing teman, yang sulit adalah menjaga komunikasinya. Apakah tanpa komunikasi, sahabat akan selalu menjadi sahabat, teman akan selalu menjadi teman? Toh, tak ada ikatan darah seperti keluarga yang walaupun bertahun-tahun tak berkomunikasi akan selalu sama statusnya, keluarga.
Semoga teman-temanku tidak terlalu terlena dalam kemandirian mereka dan segera menyadari bahwa mandiri itu tidak harus selalu sendiri dan sendiri itu tidak harus selalu sepi. Semoga Allah selalu menjaga hati mereka, agar selalu hidup dan selalu bisa merasa. Karena hidup ini akan sangat sayang dilewatkan tanpa dirasa. Semoga mereka menjadi manusia-manusia yang walaupun sendiri tapi tidak kesepian. Alone but not lonely. Amiin..
~ Mona Luthfina
P.S. Postingan ini untuk semua sahabat tapi kali ini terutama untuk Diah. Big hugs, as always didi..
P.P.S. Juga buat nda, yang udah mulai terlena dalam kemandiriannya. Hehehehe..
ehem ,judul blog kita kok sama ya? wkwkwkwk... temen sekampus nih berarti:D
ReplyDeletealone adalah kenyataan,lonely adalah perasaan. kita bisa sendiri tapi tidak harus MERASA sendiri,that's why we always have friends:)
yeay! i knew from the beginning of your posting..hehhee..
ReplyDeletespeechless T_T
@hadidot: apa hubungannya judul blog sama dengan temen sekampus? hehehe..
ReplyDelete@diah: makanya di.. ayo kita jalan2.. hehe..
huahahha...mandiri nya aku ga menyendiri mon. Cuma terlalu banyak bersosialisasi dan makin menyadari bahwa "I can do this and that... by myself".. wuahahaa.
ReplyDeletedasar monski..
m