14.8.12

Jaga Image

Anak itu representasi orang tuanya. Hebatnya si anak mewakili hebatnya si orang tua. Bebalnya anak mewakili ketidakhandalannya si orang tua. Kurang lebih seperti itu. Untuk itu, sebagai anak, harus disadari bahwa di pundaknya terletak nama kedua orang tuanya, nama keluarganya. Saat dicoreng nama seseorang, tercoreng pulalah nama kedua orang tuanya. Saat diharumkan nama seseorang, terharumkan pulalah nama kedua orang tuanya. 

Saya belum pernah menjadi orang tua, jadi saya hanya bisa bercerita dari perspektif seorang anak.

Menjaga citra itu seringkali dimaklumi sebagai sesuatu yang dangkal dan menghabiskan uang. Tapi sejak lama saya menyadari, bahwa citra itu penting dalam cakupannya. Semisal. Saya sebagai anak seorang dokter (Ibu) dan seorang cendekiawan muslim (Bapak) harus menjaga suatu citra tertentu dan membawa nama mereka dengan sebaik-baiknya.

Dokter adalah sebuah profesi terhormat. Didapatkannya tidak mudah dan membutuhkan energi yang besar. Untuk itu harus dijaga dengan cara yang terhormat pula. Profesi Ibu membuat kami tidak boleh terlihat susah atau menderita atau merana atau miskin. Karena dokter adalah profesi yang diandalkan oleh masyarakat. Seseorang yang diandalkan ya harus terlihat layak untuk diandalkan. Bahkan ketika memang kami sedang merana, susah, dan menderita, kami tidak boleh menunjukkannya. Sehingga mau tidak mau harus pintar mensiasati keadaan. Hehehe.. Menjaga citra itu tidak selalu mahal kok. Terhormat tidaklah berarti kaya. Kaya tidak pula berarti terhormat. Dua hal yang sayangnya terlalu sering dikaitkan, padahal dua hal yang sangat berbeda. Bapak pernah berkata, "Jangan pernah berkata kalau kita miskin. Rezeki itu datang dari mana saja, dalam bentuk yang berbeda-beda.". Sedangkan Ibu sering berkata, "Apapun kondisi kita, harus selalu disyukuri.". Terhormat. Selalu merasa cukup dan bersyukur atas apa yang ada.

Bapak saya seumur hidupnya (bahkan sampai sekarang) terus belajar mengenai Islam. Entah itu hukumnya, entah itu sejarahnya, entah itu cerita-ceritanya, entah itu gaya hidupnya. Buku adalah istri pertama Bapak dan Ibu akan selalu menjadi istri kedua (ini kata Ibu saya loh). Bagi saya, Bapak adalah seorang cendekiawan. Semua pertanyaan terkait dengan Islam dan kehidupannya saya tanyakan pada Bapak. Ini mengapa saya seringkali mengandalkan kalimat, "Bentar ya, kutanya Bapak dulu.." untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar Islam dari teman-teman saya. Karena Bapak adalah seorang cendekiawan. Mana boleh anak-anaknya terlihat tak beragama. Akan nampak sia-sia Bapak belajar seumur hidupnya kalau tiba-tiba kedua anaknya terlihat berperilaku tak sepatutnya. Jadi, mau tidak mau, saya dibiasakan untuk berperilaku sesuai dengan citra yang terlanjur melekat. Citra ini lebih susah dijaga dibanding citra sebagai anak seorang dokter. Islami. Menjalani gaya hidup yang islami. Susah. :)

Kedua citra yang diturunkan dari Bapak dan Ibu itu bukanlah citra yang dibangun dengan sengaja. Tapi citra yang melekat dari profesi yang dipilih oleh Bapak dan Ibu. Sehingga sejak lahir, selain mewarisi darah dan ciri-ciri fisik kedua orang tua saya, saya juga mewarisi kedua amanah yang harus dijalankan. Seperti saat mereka mewarisi amanah dari kedua orang tua mereka. Beban? Tidak juga. Lebih sering citra ini menjadi sebuah tameng yang melindungi saya dan menjaga saya untuk selalu berada di jalan yang seharusnya. Semoga, jalan yang benar.

Terhormat dan islami. Dua citra bawaan yang harus terus dijaga oleh saya dan adik saya sampai akhir hayat. Sudah berhasil? Entahlah, saya lebih suka menjawab, "work in progress". Saya pun masih terus dalam proses belajar. Toh namanya juga hidup, penuh pembelajaran dan dinamika. Gagal atau jatuh itu wajar. :)

Tsaaaaahhh.. Jaga image banget sih. Ya, anggap aja seperti itu. Kebetulan, saya dapatnya image yang bagus-bagus untuk dijaga. Kan lebih enak kalau harus menjaga citra yang baik-baik daripada citra yang buruk. Hehehe.. Walaupun tentu, yang baik itu lebih sering susah dijaganya daripada yang kurang baik. :P

Sip ah..

~ Mona Luthfina

2 comments:

  1. Mona.. segalanya itu gak susah kalau dijalani dengan ikhlas.. bersikap Islami itu bukan karena menjaga nama baik orang tua, tetapi karena Allah semata.. Harus dirubah dulu mindset itu. dan tentunya dengan bersikap Islami, menjadi terhormat adalah menjadi hal yang mudah. I know being young is the hardest time in our life.. serasa semua ingin diraih dan kadang terasa banyak sekali halangan secara Islami.. tapi bersabarlah.. Insha Allah you will be the winner..:)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehehe.. Iya, mbak.. Setuju. Enaknya jadi anak muda.. Belajar, salah, belajar lagi, salah lagi, teruss aja, ampe dapet polanya.

      Insya Allah ikhlas. Makanya bisa ditulis, salah satunya (mungkin) dalam proses belajar ikhlas (dalam hal apapun). :)

      Tengkyuuu, mbaak.. See u at Lebaran!

      Delete