29.5.12

Hongkong, Jakarta, and Global Cities.

Hampir seumur hidup saya tinggal di Bandung, saya terbiasa untuk hidup seperti orang Bandung. Dengan karakter kotanya dengan karakter penduduknya. Hal yang membuat saya kadang menatap orang dari kota besar macam Jakarta seperti bertemu orang dari luar negeri. Hahahaha...

Ada semacam jiwa santai yang lebih banyak dimiliki oleh Bandung dibanding orang Jakarta. Perasaan aman dan begitu mudahnya memberikan kepercayaan pada orang lain juga saya rasakan. Hal-hal inilah yang seringkali tidak saya temukan dari orang tubuh dan jiwanya besar di Jakarta atau orang-orang yang menumpang hidup di Ibukota tercinta. Mengapa Jakarta? Karena Jakarta bagi saya, mewakili semua penduduk kota besar di Indonesia. Merekalah yang mewakili kita, sesama WNI, untuk bersaing di ranah dunia. Mereka (orang Jakarta) nampak sangat kompetitif, berjiwa juang sangat tinggi, pragmatis (in a good way), dan berambisi tinggi. They know what they want and they will pursue their dreams until they reach them. Something I envy.. just too much.

Salah satu sisi dari Hongkong
Sampai saya melihat seperti apa orang yang jiwa dan raganya besar di kota dunia semacam Hongkong, Singapura, atau New York (mungkin, saya belum sampai sana, one day I will though. Hehe..). Orang Jakarta nampak seperti orang Bandung untuk mereka. Hahahaha.. Bukan karena mereka memiliki mimpi yang lebih banyak, bukan pula karena mereka punya daya juang yang lebih tinggi, dan bukan karena mereka lebih kompetitif dari orang Jakarta. Tapi karena kota mereka membentuk mereka seperti itu. Fisiknya, kebijakannya, regulasinya, kebiasaannya, lalu lintasnya, sistem transportasinya, semua hal yang membentuk suatu kota (selain manusianya) membentuk mereka seperti itu. 

Sebut saja Hongkong, kurang kaya apa orang Hongkong dibanding banyak kota dunia lainnya. Tapi yang saya lihat adalah sekumpulan orang yang bergerak seperti di pabrik mengikuti arus yang dibuat oleh seluruh kota. Mereka jalan di trotoar yang sama setiap hari, naik MTR dengan jalur yang sama setiap hari, tanpa sadar selalu mengantri saat akan naik bus atau masuk bank. Mereka lebih banyak yang menggunakan transportasi umum dibanding kendaraan pribadi, walaupun harga mobil murah meriah. Mengapakah? Karena biarpun murah untuk membeli mobil, tapi perawatannya sangat mahal. Tempat parkir sangat sangat terbatas, denda di mana-mana. Pajak kendaraan entah seberapa tingginya.

Warga kota dunia, yang makin ke sini semakin mirip di mana pun kotanya, dibentuk oleh sistem kota dunia yang begitu teraturnya sampai kadang saya rasa mereka agak kehilangan 'kenakalan'nya dan itu tidak disadari oleh mereka. Mereka lebih menghargai waktu, mereka lebih menghargai uang, karena mau tidak mau mereka harus menjadi seperti itu untuk bertahan.

Sepertinya ini tidak hanya terjadi di Hongkong saja, tapi di semua kota dunia. Sistem kehidupan kotanya begitu baik, terbaik malah sampai saat ini, tapi entah mengapa membuat mereka semua terlihat begitu mirip. Seperti robot di pabrik. Saya tidak berkata sistem yang teratur itu salah, cuma saya merasa bahwa keteraturan kadang membuat kita terkekang atau ngerinya mengurung pikiran kita dalam tempurung bersama para katak yang malas keluar. Hidup hanya menjadi rutinitas. 

Seorang teman pernah bilang, "Lo tau gak apa yang ada di Indonesia dan gak bisa ditemuin di negara lain? Di sini kita bisa 'nyampah' dengan bebas.." 'Nyampah' di sini bukan buang sampah sembarangan, tapi lebih ke budaya warung kopi, santai tapi serius, serius tapi santai. Suatu hal yang memikat dengan caranya sendiri dan tidak semua warga dunia bisa melakukannya. :)

Orang Jakarta, memang belum sampai tahap seperti Hongkong sebagai salah satu kota dunia, tapi nampaknya menuju ke arah seperti itu. Hal yang begitu disayangkan karena Jakarta sebagai kota perbenturan budaya yang memiliki komposisi manusia yang unik dengan bawaan norma adat dan kebiasaannya masing-masing. Akan menjadi sangat indah (muluk sekali, Mona!) jika Jakarta bisa menjadi salah satu kota dunia yang dibangun bukan hanya dengan sistem kehidupan kotanya yang hebat tapi juga dengan budaya manusianya yang begitu unik, tradisional, dan eksotis. Hehehe..

Banyak orang sering mengeluhkan kehidupan di Jakarta. Coba aja cari kata kunci 'macet' di Twitter, pasti timeline Anda akan bergerak dengan kecepatan sepersekian per detiknya. Karena begitu banyaknya yang mengeluhkan kemacetan Jakarta. But hey... Orang Jakarta, kalian jauh lebih beruntung dibandingkan sisa penduduk Indonesia Non Jakarta. Kalian diberi akses begitu mudahnya akan informasi, pengetahuan, fasilitas, dan kesempatan. Dan jika sampai kalian masih mengeluhkan hal sepele macam macet, shame on you. Hehehe... Ironis justru karena saya (walaupun bukan orang Jakarta) masih mengeluhkan hal-hal sepele macam itu.. Yeah, shame on me too.. :D

Setiap saya pergi ke suatu tempat, saya selalu bertanya pada diri saya, "Maukah kamu hidup di tempat ini, Mona?". Jawaban saya untuk Hongkong dan Singapura adalah, 'Tidak'. Bukan karena tidak mampu, tapi karena saya tidak mau, selalu ada perasaan sesak yang menghampiri saat membayangkannya. Mungkin saya tidak suka gedung tinggi (yang tingginya masya Allah di Hongkong itu.. Ckckck..). Saya pun pernah menjawa 'Tidak' untuk Jakarta. Tapi saat ini, anehnya, salah satu rencana saya adalah mencoba hidup di Jakarta. Jika semua pemikiran saya sebelumnya adalah benar (Jakarta yang akan membuat saya merasa sesak), berarti saya mendapatkan bukti dari pemikiran saya. Tapi jika ternyata salah, maka saya ingin bisa berkata, "Ya, saya sudah mencoba hidup di tempat ini dan ternyata memang tidak sesuai dengan yang saya pikirkan."

We'll see.. :)

~ Mona Luthfina

P.S. Saya semakin ingin mengunjungi kota dunia lainnya... Tahun depan ke mana yaaa...

2 comments:

  1. wah, jadi pengen ke Honkong.. >.<
    butuh budget berapa ya per harinya mba?

    ReplyDelete
  2. Pas tahun lalu ke NYC untuk pertama kalinya pada saat dewasa (pertama kali masih 7 tahun), I fell in love. NYC mungkin Jakarta-nya dunia. Gatau kenapa suka banget, padahal NYC itu jorok, serem, crowded, etc. But I can feel the passion, everywhere. Wall Street yang jelas banyak bapak/ibu broker, Broadway yang banyak artis2, bahkan pinggir jalan yang banyak street musician yang keren2. They're all so driven and ambitious in what they're doing, whatever it is. Dan tentunya, gw pengen menjadi bagian dari itu. Sebagian karena mau ngetes kemampuan diri saja, bukan hanya mengetes kotanya. :)
    So, yes, someday I will live in that city.

    ReplyDelete