19.12.11

Di Pinggir Lapangan

Sahabat-sahabat saya sudah hidup di dunia nyata. Saya masih di pinggir lapangan. Memperhatikan dan mencatat. Lebih karena mereka sudah melewati momen-momen besar dalam hidup mereka dan beberapa sudah merasakan jatuhnya ke suatu titik di mana hati tidak pernah merasa sekelam itu.

Saya masih memperhatikan dari pinggir lapangan, tak kuasa menjadi takut dan kecut. Namun, satu hal yang saya pelajari dari para sahabat saya adalah mereka selalu bangkit dan berkembang lebih dari sebelumnya. Membuat saya menjadi tak sabar untuk ikut nyemplung dan berkembang pula dalam dunia nyata saya sendiri.

Masih menatap dan memperhatikan dari pinggir lapangan, menyelipkan doa di sana sini untuk mereka. Amiin..

~ Mona Luthfina

16.12.11

Setelah Ramai

Rumah saya beberapa hari terakhir ramai.. Sangat ramai..

Ada mungkin 12 orang pergerakannya (hampir) setiap hari.. Rumah yang biasanya sepi, mendadak ramai dan penuh orang lalu lalang.. Tidur seperti pindang, berbagi gelas tanpa berpikir milik siapa, antri kamar mandi, rebutan colokan listrik, dan mencari tempat untuk menetap dan mengerjakan tugas..

Saya sedang sering berpikir.. Apa yang terjadi ketika mereka semua sudah pulang dan rumah kembali sepi..

Saat inilah tinggal sendiri tidak lagi jadi menyenangkan.. 

~ Mona Luthfina

11.12.11

Fragmen Memori

Saya seringkali tidak mengerti jalan pikiran otak saya.. Mengapa ia memilih untuk mengingat yang ini dan bukan yang itu, mengapa ia menyimpan cerita yang itu dan bukan yang ini.. Saya selalu mengingat masa lalu saya dalam bentuk fragmen memori, terpotong dan begitu random. 

Jika dirunut, fragmen memori pertama saya adalah tercebur ke sawah di dekat rumah (kala itu keluarga saya masih tinggal di kampung bernama Pakutandang), setelah itu adalah bayi merah menangis di kamar Ibu (itu adik saya), satu lagi fragmen memori selama saya di kampung, naik kretek (delman) pulang bersama Ibu, menatap jalan di belakang delman.

Seringkali fragmen memori yang saya miliki begitu random membuat saya tak habis pikir mengapa saya bisa mengingatnya. Saya tidak mengerti bagaimana cara otak saya memilah-milah ingatan, membuat saya kadang merasa kecewa dengan otak saya. Saya kecewanya karena saya jadi tidak banyak ingat masa kecil saya. Saya mencari fragmen memori di mana saya bersama Bapak, Ibu, atau Adek. Sayangnya sangat-sangat sedikit dan begitu berbeda dengan yang saya harapkan. 

Bapak di pintu pada Jumat malam, membawa jeruk, baru pulang dari Jakarta.
Bapak membeli buku arsitektur Maroko seharga 200 ribu di tahun 90-an.
Bapak pergi di Selasa shubuh menuju Jakarta untuk bekerja.

Ibu menarik saya ke kamar mandi dan mengguyur saya karena saya tidak mau shalat.
Ibu membeli selimut baru berwarna biru untuk saya dan pink untuk adik saya.
Ibu tidak pulang karena harus jaga di rumah sakit. 

Kaki kecil adek saat berumur 3 tahun.
Adek disuapi indomie entah oleh siapa.
Adek digendong Ibu saat pindahan rumah ke Bandung.

Menggali-gali fragmen memori yang lain, tapi tidak berhasil. Tidak bertambah banyak. Saya mencari kehangatan di fragmen-fragmen itu, namun saking randomnya, saya menjadi bingung akan hangat tidaknya. Apakah ini artinya masa kecil saya tidak hangat? Saya rasa tidak juga.. Sedikit keras sih iya sepertinya, dengan situasi, kondisi, dan karakter yang menyelimuti saya di masa kecil. Hanya sedikit, tidak sekeras yang Ibu saya rasakan dengan Ibunya, sepertinya (tahu apa saya, lahir pun jelas belum).

Menyesal? Tidak ada. 

Saya hanya ingin lebih mengerti tentang masa lalu untuk mengerti akan masa datang. Bertanya atas apa yang terjadi di masa kecil saya, apa yang Ibu Bapak lakukan terhadap kedua putrinya sehingga kami menjadi kami yang sekarang ini.

..dan seperti biasa, setelah berpikir keras, hal ini menjadi fragmen memori lainnya. Sudahlah, Mona. Jalani saja hidupmu dengan baik, siapa tahu otakmu akan membantu menambah kemampuan mengingatnya menjadi lebih terstruktur. Amiin..

~ Mona Luthfina

Update:
Saya membaca ulang fragmen memori yang saya tulis. Dibalik fragmen-fragmen tersebut, ternyata banyak kehangatan di sana. Bapak bekerja untuk keluarganya, Ibu yang mendidik anaknya untuk beragama, dan adek yang akan selalu menjadi anak kecil di mata saya. Hehehe... Alhamdulillah.. Terima kasih Allah, sudah menitipkan saya di keluarga ini. :)

6.12.11

"The world is a scary place.."

..tapi Insya Allah, masih ada orang baik di dunia.

~ Mona Luthfina

4.12.11

Kekuatan Kata

Saya saat ini mengikuti satu drama Korea berjudul Tree with Deep Roots. Drama sejarah yang bercerita tentang proses King Sejong menciptakan Hangul, sistem tulisan di Korea.

Dulunya, yang bisa membaca dan menulis di Korea hanya para birokrat dan aristokrat, kalangan atas kira-kira. Sebagian besar rakyat Korea tidak bisa membaca dan menulis. Mengapa? Karena pada saat itu mereka masih menggunakan Hanja, sistem tulisan China yang jika ingin bisa membaca sebuah kalimat, paling tidak seseorang harus menghapal 1000 kata terlebih dahulu. Adalah inisiasi dari King Sejong yang ingin membuat sistem tulisan yang mudah dipelajari oleh rakyat biasa. Kalau di drama ini, salah satu motivasinya adalah karena banyak rakyat Joseon (Korea pada masa itu) yang kehilangan nyawa (secara tidak langsung) karena tidak bisa membaca. Namun, proses untuk menerapkan sistem tulisan ini tidak mudah. Banyak yang tidak setuju, terutama dari kaum aristrokat dan birokrat pada masa itu. 

Di awal serial, saya tidak begitu mengerti mengapa sistem tulisan baru sebegitu susahnya untuk diterapkan. Saya kurang mengerti mengapa King Sejong harus bersusah payah merahasiakan proses pembuatan Hangul, padahal kan tujuannya mulia. Saya kurang mengerti mengapa ada orang yang begitu gigih untuk menghalangi niat baik King Sejong untuk membuat Hangul. Saya sangat tidak mengerti mengapa proses pembuatan Hangul ini begitu dibesar-besarkan. Hahaha..

Saya tidak mengerti karena saya lupa menyetel ulang persepsi saya. Persepsi bahwa pada masa itu kemampuan membaca dan menulis adalah sebuah kemampuan yang hanya dimiliki oleh orang-orang yang beruntung. Alhamdulillah saya lahir di masa kini. Masa yang memungkinkan Bapak dan Ibu saya bisa membaca (bahkan menulis buku). Masa yang memungkinkan saya bisa membaca di umur 3 tahun. Masa ketika membaca dan menulis adalah hal yang lumrah, bukan eksklusif untuk golongan tertentu. 

Akhirnya saya diingatkan kembali bahwa kemampuan untuk membaca dan menulis adalah sebuah kekuatan yang tidak bisa dipandang remeh. Ada satu dialog pada drama itu yang menurut saya cukup merangkum apa yang bisa dilakukan oleh seseorang yang tahu dan sadar akan kemampuan membaca dan menulis.

"Once they know writing, they will naturally know the joy of reading. If they know the joy of reading, they will wake up. Once they awake, they will know the joy of writing. In addition! Once human beings know the joy of writing, they will want to express themselves to the world. And that is how power will shift. Don't you know?

"Because writing is a weapon.What will happen if those who are not cultured write at their whim? Then words can carelessly kill or save people. That is how scary writing is."

Mau tidak mau saya setuju, jika kemampuan membaca dan menulis tidak diiringi dnegan kebijaksanaan dalam penggunaannya, kemampuan ini akan menjadi alat membunuh yang lebih efektif dibandingkan senjata tajam apapun yang ada di dunia.

~ Mona Luthfina

P.S. Drama ini membuat saya semakin menghargai pekerjaan Bapak yang menggunakan kemampuan baca tulisnya untuk menyebarkan ilmunya. Semoga menjadi ilmu yang selalu bermanfaat, Bapak.

2.12.11

On Journey

Picture is taken by Wijoyo Niti Daton.
Jogja, 25.11.2011.
"As usual, a journey always gives you lots to think about.."


Seringkali saya ucap pada sahabat saya, Nda, "Nda, traveling itu menguji persahabatan. Ayo kita traveling!" Cuma sayangnya sampai saat ini, saya belum mendapatkan kesempatan untuk 'jalan' bersama sahabat-sahabat saya. Entah karena waktu kami yang memang susah-susah gakda gampangnya untuk diatur, atau memang kaminya saja yang malas mengosongkan waktu. Hehehe..

Traveling, jalan-jalan, journey, perjalanan, melancong, apapun kata yang dipilih selalu menjadi satu metode instan bagi saya untuk belajar banyak hal. Terutama untuk menambah Seri Mengenal Diri Sendiri dan Seri Kenali Temanmu atau Seri Belajar Karakter.

Kasih dua orang yang hubungannya biasa-biasa saja perjalanan selama minimum 3 hari, dan ada dua hal yang bisa terjadi. Kedua orang itu jadi teman baik atau justru jadi musuh. Hahaha..

Dalam perjalanan, saya belajar mengenal watak orang sesungguhnya dalam waktu singkat. Melakukan perjalanan bagi saya adalah keluar dari rutinitas dan zona nyaman. Pergi untuk menghadapi banyak ketidakpastian, bersiap untuk bertemu dengan wawasan baru, karakter baru, dan perasaan baru. Melakukan perjalanan akan membuat mata saya sering berkilat, melembut, menerawang, dan kadang membasah. 

Alhamdulillah, 3 tahun ini saya tercemplung dalam banyak perjalanan. Bahkan sepertinya seumur hidup saya dicemplungkan secara tak sengaja dalam banyak perjalanan (mengingat banyaknya fragmen memori dimana saya berada di rumah sanak saudara dan bukan di rumah sendiri.. hehehe..).

Seperti yang saya katakan pada Batari (di blognya), saya berusaha tidak membuat ekspektasi apapun atau berlebih sebelum pergi karena dengan tidak berekspektasi lebih, perjalanan akan lebih membuat mata saya berkilat. :D

Begitu banyak yang saya dapatkan dalam sebuah perjalanan, tapi dari semua itu yang terutama saya syukuri adalah berkah pemikiran-pemikiran baru, pertemanan yang semakin erat, hati yang bungah, dan senyum yang lebar (kok banyak ya.. huakhahaha...).

Maka dari itu, saya tak sabar menunggu perjalanan selanjutnya datang. Semoga di antara banyak perjalanan yang mendekat itu, ada perjalanan bersama kalian (Nda, Didi, Eka, kapan kita ke Solo?). Amiiin...

Teringat juga ucapannya Beno, "Perjalanan itu, bisa buat dua orang yang gak saling kenal akhirnya bercinta, Mona!" (He's talking about Jack and Rose on Titanic. Huakhahahhaa...) Mungkin tidak seekstrim itu ya (Beno! Ckckckck... *geleng-geleng kepala*), tapi saya mau tidak mau setuju dengan "Perjalanan akan membuat dua orang yang (mungkin) awalnya tidak kenal jadi saling jatuh cinta." Ihiiiiiyyyy... Romantis abiss!!!! Banyak filmnya soalnya, dan film kan secara tidak sengaja terinspirasi dari dunia nyata. Hehehe..

Baiklah.. Selamat beranjang ke banyak tujuan, teman. Nikmati dan buatlah matamu berkilat!  

~ Mona Luthfina