Saya seringkali tidak mengerti jalan pikiran otak saya.. Mengapa ia memilih untuk mengingat yang ini dan bukan yang itu, mengapa ia menyimpan cerita yang itu dan bukan yang ini.. Saya selalu mengingat masa lalu saya dalam bentuk fragmen memori, terpotong dan begitu random.
Jika dirunut, fragmen memori pertama saya adalah tercebur ke sawah di dekat rumah (kala itu keluarga saya masih tinggal di kampung bernama Pakutandang), setelah itu adalah bayi merah menangis di kamar Ibu (itu adik saya), satu lagi fragmen memori selama saya di kampung, naik kretek (delman) pulang bersama Ibu, menatap jalan di belakang delman.
Seringkali fragmen memori yang saya miliki begitu random membuat saya tak habis pikir mengapa saya bisa mengingatnya. Saya tidak mengerti bagaimana cara otak saya memilah-milah ingatan, membuat saya kadang merasa kecewa dengan otak saya. Saya kecewanya karena saya jadi tidak banyak ingat masa kecil saya. Saya mencari fragmen memori di mana saya bersama Bapak, Ibu, atau Adek. Sayangnya sangat-sangat sedikit dan begitu berbeda dengan yang saya harapkan.
Bapak di pintu pada Jumat malam, membawa jeruk, baru pulang dari Jakarta.
Bapak membeli buku arsitektur Maroko seharga 200 ribu di tahun 90-an.
Bapak pergi di Selasa shubuh menuju Jakarta untuk bekerja.
Ibu menarik saya ke kamar mandi dan mengguyur saya karena saya tidak mau shalat.
Ibu membeli selimut baru berwarna biru untuk saya dan pink untuk adik saya.
Ibu tidak pulang karena harus jaga di rumah sakit.
Kaki kecil adek saat berumur 3 tahun.
Adek disuapi indomie entah oleh siapa.
Adek digendong Ibu saat pindahan rumah ke Bandung.
Menggali-gali fragmen memori yang lain, tapi tidak berhasil. Tidak bertambah banyak. Saya mencari kehangatan di fragmen-fragmen itu, namun saking randomnya, saya menjadi bingung akan hangat tidaknya. Apakah ini artinya masa kecil saya tidak hangat? Saya rasa tidak juga.. Sedikit keras sih iya sepertinya, dengan situasi, kondisi, dan karakter yang menyelimuti saya di masa kecil. Hanya sedikit, tidak sekeras yang Ibu saya rasakan dengan Ibunya, sepertinya (tahu apa saya, lahir pun jelas belum).
Menyesal? Tidak ada.
Saya hanya ingin lebih mengerti tentang masa lalu untuk mengerti akan masa datang. Bertanya atas apa yang terjadi di masa kecil saya, apa yang Ibu Bapak lakukan terhadap kedua putrinya sehingga kami menjadi kami yang sekarang ini.
..dan seperti biasa, setelah berpikir keras, hal ini menjadi fragmen memori lainnya. Sudahlah, Mona. Jalani saja hidupmu dengan baik, siapa tahu otakmu akan membantu menambah kemampuan mengingatnya menjadi lebih terstruktur. Amiin..
~ Mona Luthfina
Update:
Saya membaca ulang fragmen memori yang saya tulis. Dibalik fragmen-fragmen tersebut, ternyata banyak kehangatan di sana. Bapak bekerja untuk keluarganya, Ibu yang mendidik anaknya untuk beragama, dan adek yang akan selalu menjadi anak kecil di mata saya. Hehehe... Alhamdulillah.. Terima kasih Allah, sudah menitipkan saya di keluarga ini. :)
Update:
Saya membaca ulang fragmen memori yang saya tulis. Dibalik fragmen-fragmen tersebut, ternyata banyak kehangatan di sana. Bapak bekerja untuk keluarganya, Ibu yang mendidik anaknya untuk beragama, dan adek yang akan selalu menjadi anak kecil di mata saya. Hehehe... Alhamdulillah.. Terima kasih Allah, sudah menitipkan saya di keluarga ini. :)
Menurut aku Mon, semua orang juga begitu. That's simply how the brain works. Dan itu juga yang bikin setiap kejadian sepele di masa kecil bisa jadi begitu penting, karena ternyata kejadian2 sepele itu yang menempel di ingatan. Itu juga yang bikin kejadian mengerikan di masa kecil bisa bikin orang traumatik di waktu dewasanya.
ReplyDeleteBuat aku fragmen-fragmen itu:
Manjat dan jatuh dari pohon jambu di depan rumah
Nmpuk tetangga pakai batu sampai berdarah waktu berantem
Bapak ngetok pintu rumah pulang dari kerja bawa es krim
Sama gak pentingnya ya mon? hehe :)