su·ja·na kl n orang berbudi (bijaksana, pandai);
ber·bu·di 1 v mempunyai budi; 2 v mempunyai kebijaksanaan; berakal; 3 v berkelakuan baik; 4 a murah hati; baik hati;
bu·di n 1 alat batin yg merupakan paduan akal dan perasaan untuk menimbang baik dan buruk: pendidikan untuk memperkembangkan badan dan -- manusia; 2 tabiat; akhlak; watak: orang yg baik --; 3 perbuatan baik; kebaikan: ada ubi ada talas, ada -- ada balas; 4 daya upaya; ikhtiar: mencari -- untuk mengalahkan lawan; 5 akal (dl arti kecerdikan menipu atau tipu daya): bermain --;
~ Kamus Besar Bahasa Indonesia
Status YM-ku dua hari ini adalah "Semoga menjadi orang yang sujana.." dan banyak yang menanyakan, apakah "sujana"? atau "Sujana? Saujana (1) kali, Mon.." Hehehe..
Pertama kali dapat kata ini dari artikel yang ditulis oleh ST. Sularto di Kompas 28 Juni 2010 dengan judul Cendikiawan Berdedikasi 2010.
"Ketika kepakaran seseorang yang disebut sarjana, sujana, atau terpelajar dikenakan pada seseorang yang sudah menamatkan jenjang pendidikan, ada legalitas yang memungkinkan seseorang disebut ilmuwan."
~ ST Sularto, Kompas 28 Juni 2010
Ternyata, sujana tidak sama dengan saujana, sujana ternyata sama dengan berbudi. Sarjana yang sujana, sarjana yang berbudi. Hmmmmm.... iyakah aku? Sarjana yang sujana? Huakhahhahaha.. Entahlah, yang jelas tidak pernah diajarkan di kuliah manapun selama di kampus seperti apa sarjana yang berbudi itu. Paling tidak, tidak pernah secara gamblang. Ini sama seperti guru, yang sering diartikan sebagai orang yang digugu (2) dan ditiru. Maknanya menghilang sejalan dengan waktu.
Lulus kuliah hanya menjadi sarjana saja, titik.
Toh, tidak ada ujiannya, seperti sarjana. Tidak ada sidang khusus kepribadian mahasiswa yang menentukan lulus tidaknya mahasiswa itu untuk menjadi sarjana yang sujana. Sidang hanya untuk menjadi sarjana. Jadi, haruskah ada kuliah khusus untuk menjadi sarjana yang sujana?
Kurasa, tidak juga. Hayah, piye iki Mona.. gak jelas..
Sujana bisa diajarkan secara tidak langsung. Salah satunya dari kebiasaan dan peraturan. Contoh kecilnya, mahasiswa yang telat diberi sanksi tidak boleh ikut kuliah, mahasiswa yang berprestasi mendapatkan beasiswa.
Karena kebiasaan dan peraturan itulah, mahasiswa tanpa sadar bisa menjadi sujana sendirinya. Sehingga, walaupun akhirnya tidak jadi sarjana, paling tidak bisa menjadi sujana. Hehehehe..
Tentunya, hal ini bisa terwujud jika sistem pendidikan sudah menjadi sujana pula. Dosennya sudah sujana, rektornya sudah sujana, menteri pendidikannya sudah sujana, presidennya sudah sujana, dan tentu saja orang tuanya sudah sujana. Percuma saja mencoba mempelajari bagaimana menjadi sujana jika lingkungan tidak mendukung. Hmmmm.. banyak sekali kata sujana ini..
Loh.. loh.. loh.. nampaknya kesujanaan ini (bisa gak ya, kata sujana dipakai menjadi "kesujanaan"), meleber ke kehidupan yang lebih luas dari sekedar menjadi sarjana yang sujana. Masuk akal. Mengapa? Karena yang menguji apakah seseorang sudah menjadi sujana adalah lingkungan, masyarakat umum. Reward & punishment-nya dalam bentuk kehidupan sosial. Lalu, pada titik akhir, kesujanaan seorang manusia (tidak lagi seorang sarjana) dinilai oleh Yang Maha Kuasa. Hohohoho.. Begitu nampaknya..
Jadi, pertanyaanku kali ini adalah...
Apakah kita sudah menjadi orang yang sujana?
Apakah lingkungan kita sudah menjadi lingkungan yang sujana?
dan..
Apakah kita sudah bisa memberikan nilai sujana yang lebih terhadap orang-orang di sekitar kita?
Semoga kita semua bisa menjadi orang yang sujana.. :D
~ Mona Luthfina
P.S. Postingan rambling ke sekian... huakhahhahaha..
Catatan Kaki (semoga tidak bau, hayah):
(1) sau·ja·na n, -- mata (memandang) sejauh mata memandang; sepemandangan mata jauhnya; ~ KBBI
(2) gu·gu, meng·gu·gu Jw v mempercayai; menuruti; mengindahkan; ~ KBBI
hoo, kesimpulannya sujana tidak sama dgn saujana toh..
ReplyDelete*dangkal =D*