30.4.09

Ibu Bapak dan Aku di Masa Kecilku

Makan siang hari ini aku, Restu, dan Atiek memutuskan untuk makan siang di luar. Gado-gado Tengku Angkasa. Yupe. The One and The Only. Hehe..

Tapi bukan tentang gado-gadonya yang pengen aku ceritain (toh udah banyak yang tau kalo gado-gado Tengku Angkasa emang salah satu yang paling enak. Hehe..). Aku ingin bercerita tentang obrolan kami di antara gado-gado itu..

Restu cerita, dia pengen bikin tempat penitipan anak, karena dia kasian ngeliat keponakannya yang ditinggal Ibu Bapaknya kerja. Karena obrolan ini, aku banyak teringat pada diriku sendiri yang posisinya sama seperti keponakannya Restu.

Aku besar dengan Ibu yang seorang dokter dan Bapak yang kerja di Jakarta dan pulang ke Bandung seminggu sekali (sampai tahun 2005). Aku mencoba mengingat-ingat memori masa kecilku dan aku akui di ingatanku memori tentang kedua orang tuaku tidak sebegitu kuatnya.

Aku ingat Ibu itu dokter yang sering pulang malam karena jaga dan Bapak yang pergi Selasa shubuh pulang Jumat malam setiap minggunya. Aku ingat Ibu di Lombok selama setahun pas aku kelas 6 SD, aku ingat Bapak yang setiap pulang dari Jakarta hari Jumat, selalu membawa sebungkus jeruk. Aku ingat lebih sering mengambil rapor sendiri mulai SD sampai dengan SMA dan bukan diambil oleh orang tuaku. Aku ingat pernah saat kelas 3 SD, Ibu susah sekali ngebangunin aku buat shalat shubuh, lalu ditariknya aku ke kamar mandi, diguyur sampai kuyup, dikunci dari luar karena aku gak mau shalat (yupe, this i remember.. haha).

Aku ingat Bapak tiba-tiba ngasih wejangan sebelum aku masuk SMP tentang pergaulan bebas, narkoba, dll, dll.. Aku ingat pernah nilep duit SPP pas SD dan bikin Ibu marah besar dan gak mau ngomong sama aku selama seminggu (ugh, that week, home was like hell for me..). Aku ingat pas kelas 3 SD ditantang pulang sekolah sendiri naik angkot (SD di daerah alun-alun, rumah di Pasteur, 45 menit naik angkot kira-kira..). Aku ingat setiap aku berantem sama adek, selalu aku yang kena marah, tanpa melihat siapa yang salah. Aku ingat Bapak yang jarang marah trus marah sama aku pas aku kelas 2 SD karena aku bilang, "Mb Mona gak mau belajar matematika, mending bunuh diri aja daripada belajar matematika." (what was I thinking!?!? such a drama queen... sinetron banget.. wajar kalau Bapak sampai marah sih.. hehe..).

Setelah aku pikir-pikir, aku gak begitu ingat kapan beli mainan sama Ibu, atau apa Ibu pernah bikinin aku bekal (kalo ini sih, jelas gak pernah.. Hehe..). Aku gak ingat kapan aku jalan-jalan sama Bapak atau sekolah diantar Bapak atau Ibu. Aku sama sekali tidak pernah ingat kapan Bapak Ibu memanjakan aku, atau kapan Ibu Bapak membelaku saat berantem sama adek pas kecil. Nope, tidak pernah, dan mungkin tidak pernah terjadi juga.

Pada saat itu (waktu kecil), tidak banyak anak yang kedua orang tuanya bekerja. Seandainya ada pun, tidak banyak pula yang punya orang tua seperti aku, Ibu dokter dengan kesibukan tingkat tinggi dan Bapak yang kerja di luar kota. Waktu yang aku miliki dengan orang tuaku saat aku kecil, tidak sebanyak waktu anak-anak lain dengan orang tua mereka. Tapi, apakah aku iri dengan anak lain yang dimasakin bekal sama ibunya, diantar sekolah oleh ayahnya, atau dibelikan mainan dan diajak jalan-jalan pas akhir pekan? Entah kenapa, gak ada iri.. Dari kecil aku sudah merasa, "Yah, aku memang memiliki orang tua yang beda..". Seperti dipaksa dewasa lebih cepat. Huakhahahaha...

Lalu, apakah anak-anak dengan orang tua yang bekerja menjadi tidak lebih baik dari anak yang orang tuanya (atau Ibunya) di rumah? Tidak juga...

Ya memang pada akhirnya tidak banyak memori masa kecilku dengan Ibu Bapakku yang nampak menyenangkan. Semua memori sepertinya berkisar di hukuman, pendidikan, agama, dan buku. Tapi mungkin karena yang akhirnya aku ingat dari mereka (Ibu dan Bapak) ya itu semua.. dan sedikit banyak (banyak sih sebenernya) itulah yang membentuk aku menjadi seperti ini. Terlepas apakah aku ini didikan yang sukses atau gak, itu kan relatif ya.. Hehehe..

Kita bisa menilai suatu keberhasilan kan dilihat dari hasilnya ya.. Aku adalah hasil didikan Ibu Bapakku dan aku bisa bilang, ya mereka cukup berhasil dengan aku. Paling tidak, aku tidak terjerat pergaulan bebas (amiiiin), masih shalat (amiinn..), tidak terkena narkoba (amiiinn..), bisa jadi kakak yang baik (iya kan dek... harus iya!! Hehe..), dan mudah-mudahan adalah anak yang shalehah (amiiiiiiiiinnnnn...).

Jadi, kalau ada yang bilang kalau anak dari orang tua yang bekerja itu bakal jadi anak yang entah deh kayak apa, berarti dia belum kenal aku. Huakhahahahaha.... Pede abiisss..

Aku belajar dari kedua orang tuaku, bahwa mereka bisa berhasil dalam keluarga ini adalah karena pondasi yang kuat (agama), prinsip yang selalu dipegang, dan komunikasi yang lancar. Kayaknya sih gitu..

Ah, panjang sekali postinganku hari ini..

~ Mona Luthfina

28.4.09

Bukan Marah, tapi Berpendapat!!!

Entah karena faktor turunan, keluarga, lingkungan, atau apapun, membuatku terlahir dengan karakter yang cukup keras. Terlihat dari nada suara yang meninggi ketika berargumen atau menyampaikan sesuatu. Tanpa bermaksud untuk melukai siapapun, yang kulakukan adalah menyampaikan pendapat. Suaraku memang keras, namun tolong jangan disalahartikan menjadi marah. Karena aku tidak marah.

Gini ya bedanya Mona Marah (MM) dengan Mona berArgumen (MA). MA menggunakan nada suara tinggi dan terlihat kesal, keras kepala, blak-blakan, terlalu jujur, tapi siap berdebat dan siap menerima pendapat apapun (terlepas dari bagaimana aku menyampaikannya). Jika memang ternyata aku yang salah, silahkan debat, silahkan buat aku malu, silahkan dibales, ini cuma MA kok.. Bukan gajah lagi ngamuk. Hehehe... Jangan terlena dengan apa yang tampak ya..

Satu lagi, aku ini blak-blakan. Kalau ada sesuatu yang terasa tidak sesuai atau paling tidak membuat aku bertanya-tanya, pasti langsung terlihat. Tinggal aku memutuskan untuk menyampaikannya atau tidak. Dulu sih, pasti langsung aku keluarkan (reaktif), tapi sekarang aku sudah jauh lebih baik dalam memilih mana yang sebaiknya aku sampaikan dan mana yang sebaiknya tidak aku sampaikan. Percaya atau tidak, untuk orang seperti aku, ini butuh usaha yang cukup besar dan aku bangga bisa melakukan itu. Jadi kalau sempat ada kata-kata yang aku sampaikan menyinggung siapapun, mohon dimaafkan. Karena aku tidak pernah bermaksud untuk mencari musuh.

Aku memiliki need of affection yang tinggi. Jadi, tidak mungkin aku berniat atau terpikir untuk mencari musuh. Bisa disidang Bapak Ibu kalau aku bikin-bikin masalah. Tapi terkadang karakterku membuat sebagian orang tidak suka. Aku tidak akan minta maaf secara khusus untuk ini. Jadi ya mari kita saling menyesuaikan.

Itu tentang MA.. Mona yang berArgumen.

Bagaimana dengan MM? Mona Marah?

MM itu super duper menyeramkan (ya iyalah, MA-nya aja kayak gitu, apalagi MM-nya). Ketika MM muncul, filter yang aku jaga sekuat tenaga di hati dan otakku bisa hilang begitu saja. Semua perasaan benci, marah, kejam, sadis, sinis, bisa muncul jadi satu. Perkataanku bisa menjadi sangat kejam dan gak lihat-lihat situasi. Ini yang terjadi. DULU. Ciri-cirinya MM adalah diam dan si subjek yang dirasa oleh MM membuatnya marah akan dicuekin setengah mati.

Tapi tenang saja.. Jika ada yang berhadapan atau berurusan dengan MM, diemin lagi aja. MM itu cuma bertahan beberapa jam saja. MM diam karena MM berpikir. Pada akhirnya MM akan menyadari apapun itu, terlepas siapapun yang salah, bahwa kemarahan tidak akan menyelesaikan apapun. Jadi MM Mode ON menjadi MM Mode OFF. MM turun level jadi MA. Mona siap berbicara.

Lalu, kebiasaannya MM adalah.. menangis. Ini kalau masalahnya udah bikin marahnya ampe masya Allah gak tau deh ampe mana. Biasanya MM akan menangis saking marahnya. Tapi MM itu gampang sekali kembali baik. Karena sekali lagi, Mona pada dasarnya adalah orang yang tidak bisa marah lama-lama. Ini mungkin salah satu hal yang bikin semua keluarga dan teman-temanku bertahan meledek, mencela, dan menghinaku. Huakhahahaha...

I am a person with a big heart. I do realize that. Jadi, kalau ada yang merasa bahwa seorang Mona melakukan kesalahan atau harus ditampar (literally or not) langsung saja.. Buatlah Mona berargumen, buatlah dia menangis, buatlah dia kesal.. Daripada dipendem, malah jadi sakit jiwa. Ya gak...

Eh, tapi bilang dulu ya..

Misal..

"Mona, gw mau marah sama lo!!!"

Nah.. baru deh.. hehehe..

Sip ah.. So please.. jangan sekali lagi bilang "Ya udah, gak usah pake marah dong." ketika aku menyampaikan sesuatu dengan nada tinggi. Karena aku tidaklah marah, aku cuma berargumen. Entah kenapa, kalimat "Ya udah, gak usah pake marah dong." itu membuat selera berargumenku langsung luntur dan menjadi malas. Trus jadi kesel beneran.. Huakhahaha..

Sip ah..

~ Mona Luthfina

27.4.09

Persahabatan dibalik Persahabatan

"Sahabat itu mencintai tapi tak harus memiliki.." ~Hertanti, 2009.

"Sahabat itu.. one of my everything.." ~Iswahyuni, 2009.

"Sahabat itu.. yang tidak berkhianat.." ~Paramitha, 2009.
Beberapa jawaban yang berbeda dari beberapa sahabat yang berbeda pula..

Kemarin, dalam perjalanan pulang ke Bandung, terpikir sebuah pertanyaan, "Apa sih sahabat untuk seorang Mona?". Aku sering banget menanyakan tentang hal ini kepada banyak orang, tapi tidak pada diriku sendiri. Paling tidak, tidak pernah memikirkannya secara khusus. Kali ini, aku ingin memikirkannya secara khusus.

Setelah lulus, secara otomatis hubungan pertemanan kita akan sangat terpengaruh. Biasa sering bertemu, kali ini tak lagi ada kabar. Biasa sering berdiskusi, kali ini sms pun jarang. Aku percaya bahwa kita hidup jelas tidak bisa sendiri. Butuh keluarga, butuh pula sahabat. Aku rasa, tidak mungkin menjaga pertemananku dengan semua orang dengan kualitas yang sama.

Aku tahu bahwa aku harus menjaga semua hubungan pertemananku, tapi aku sadar aku tidak akan mampu untuk menjaga semuanya dengan kualitas yang terbaik (atau paling tidak, sama dengan dulu). Oleh karenanya aku butuh skala prioritas (yang tanpa sadar selalu kita lakukan dalam berteman).

Aku butuh sahabat.

Pertanyaannya, butuh berapa banyak?

Sebanyak-banyaknya.

Untuk apa?

Untuk pembagian tugas. Sahabat yang ini untuk ini, sahabat yang itu untuk itu.

Perhitungan sekali.

Karena persahabatan itu seperti bunga. Bunga yang berbeda membutuhkan perawatan yang berbeda. Sahabat 1 cocok untuk bersenang-senang, sahabat 2 cocok untuk diskusi-diskusi berat, sahabat 2 cocok untuk curhat tentang keluarga, sahabat 3 cocok untuk curhat tentang hati, dan ada pula sahabat yang tanpa alasan apapun aku ingin menyebutnya sahabat.

Setiap sahabat ada spesialisasinya. Jika ada di antara sahabatku yang merasa tersinggung dengan ini, maafkan. Tapi aku memang membagi persahabatanku seperti itu. Kenapa?

Karena sahabat itu peduli namun tidak memiliki.

Aku peduli dengan semua sahabatku namun aku tidak memiliki mereka. Kalau kita bercerita tentang semua hal pada satu sahabat saja, maka kita sudah berusaha memiliki sahabat itu dan menurutku persahabatan itu sudah tidak bisa disebut persahabatan lagi, namun pernikahan.

Aku melihat di keluargaku. Ibu dan Bapak. Ibu selalu menceritakan semua hal dalam hidupnya kepada Bapak, begitu pula sebaliknya. Tanpa Ibu dan Bapak sadari (atau mungkin telah mereka sadari) mereka telah menjadi sahabat dan tidak perlu sahabat lainnya.

Saat ini, aku membagi persahabatanku karena aku belum memiliki sahabat yang bisa mendengarkan semua cerita kehidupanku, dari yang paling remeh (seperti hari ini bangun kesiangan) sampai yang paling krusial tanpa harus merasa mengganggu atau terganggu. Karena aku belum memiliki sahabat seumur hidup (baca: suami. Huakhahaha..)

Sebelumnya aku belum merasa perlu sahabat seumur hidup seperti itu, namun kini, mulai berpikir.. "Sepertinya sekarang sudah saatnya aku mulai berpikir untuk mencari sahabat yang satu itu.." hohoho...

Tapi ya... jalanin aja kali ya hidup ini.. Selama ini masih baik-baik saja kok.. Rawat terus sahabat-sahabat yang ada.. Kali aja, dari sahabat yang ada saat ini, bisa terhubung ke sahabat yang seumur hidup itu. Amiin.. Hehehe..

Mengutip lagi dari seorang sahabat,
"Persahabatan bisa berakhir pada sebuah cinta, namun cinta belum tentu berakhir pada sebuah persahabatan."
Pada akhirnya...

Sahabat adalah.. seseorang yang bisa kita cintai dan sayangi tanpa pamrih dan tanpa tujuan apapun dibalik persahabatan itu selain ya persahabatan itu sendiri. Tidak lebih dan tidak kurang.

~ Mona Luthfina mendefinisikan sahabat.

P.S.
"..bila cinta kita takkan tercipta, ku hanya sekedar ingin tuk mengerti.. adakah diriku, oh singgah di hatimu.. dan bilakah kau tahu, kaulah yang ada di hatiku.."
~ "Untitled" by Maliq & d'Essentials

26.4.09

Tante yang Baik

Jadi, si tante yang tadi pagi ketiduran pas disuruh ngejagain keponakannya, kali ini berhasil membuat si bayi tidur ndeplok sambil digendong (btw, gendong bayi kayak olahraga buat tangan. He3x..).

Horee.. Si tante lalai kali ini berhasil.

Mb Lia (ibunya si bayi) bilang, "Udah Mon, kamu kerja ama aku aja, jadi baby sitter. Udah cocok tuh.."

"Mau bayar berapa mbak? He3x.."

"Bayar pake cinta.."

"Huu.. Ogah.. Ha3x.."

Kemudian si ibunya bayi mengabadikan keberhasilanku. Horee..

~ Mona Luthfina

Tante yang Tidak Baik


Ok, jadi aku disuruh jagain si kecil Hammad tidur sementara ibunya mandi (kita mau pergi ke kumpul keluarga besar). Kombinasi antara angin sayup-sayup, kasur yang nyaman, dan tidurnya Hammad yang nampak nyenyak, tertidurlah itu tante penjaga bayi.

Huakhahaha..

Saking lelapnya, tu tante sampai gak nyadar kalau ibunya si bayi sudah kembali, geleng-geleng kepala melihat sodaranya tidak menjalankan tugas dengan baik. Hehehe..

Kemudian, difotolah itu tante dan keponakan yang keduanya sedang tidur dengan lelap.

The End.

~ Mona Luthfina

15.4.09

Cerita dan Sejarah di Setiap Pembangunan

There must be a story behind every building, even a history for some of them.

Jika sebuah bangunan ditakdirkan bisa berbicara, bangunan itu pasti bisa panjang lebar menceritakan semua yang terjadi di sekitarnya. Misal, rumahku. Rumah Ijo (let's call it Rijo) pasti bisa cerita tentang aku mulai aku TK sampai sekarang, susahnya ngebangunin adek, setiap aku dan adek berantem, setiap cerita suka dan duka, setiap tawa, setiap tangis, setiap keluarga dan teman yang datang, setiap telepon, setiap pahala, setiap dosa, semua deh..

Itulah mengapa aku sangat kagum dengan orang-orang yang bisa membangun bangunan, jembaran, menara, masjid, dan sebagainya. Membangun bangunan baru adalah membangun cerita baru, dan membangun sejarah baru..

Bayangkan, akan sepanjang dan sekompleks apa sejarah dibalik Candi Borobudur, Taj Mahal, Haghia Sophia, Masjid Biru, Istana Merdeka, Jembatan Suramadu, atau yang deket kantorku, Masjid Salman. Kembali lagi, jika bangunan ditakdirkan bisa berbicara, akan bercerita apa sajakan bangunan-bangunan itu?

Tentu saja, cerita atau sejarah itu tidaklah selalu mulus tanpa cela. Tapi sejarah kan memang mengajarkan kita sesuatu, baik buruknya, dampak dari setiap perbuatan yang dilakukan oleh si pelaku cerita dan sejarah..

Oleh karena itulah, aku ingin ke Turki, campuran dua budaya besar (Asia dan Eropa), sekuler di saat mayoritas penduduknya beragama Islam, memiliki banyak bangunan indah, dan tentu saja memiliki sejarah yang begitu besar dimana Muslim pernah berjaya. Dimana sebuah gereja bisa menjadi masjid dan bisa menjadi gereja lagi. Jika diberikan beratus-ratus tahun umur kehidupan di dunia, takkan cukup untuk menyelesaikan cerita tentang Turki.

Menarik.

Itu baru bangunan. Belum lagi kalau kita berbicara tentang jalan. Seperti bangunan, jika sebuah jalan ditakdirkan bisa berbicara, pasti dia akan menceritakan banyak hal menarik. Misalkan saja jalan sepanjang Anyer - Panarukan. Mengorbankan banyak nyawa namun juga sangat membantu banyak nyawa. Atau cerita dibalik nama sebuah jalan. Kenapa Jalan H.R. Rasuna Said diberi nama Jalan H.R. Rasuna Said? Apa yang telah wanita (ya, dia ternyata seorang wanita) itu lakukan sehingga namanya didaulat menjadi nama jalan besar di Jakarta?

Hebatnya orang-orang dibalik sebuah pembangunan, fisik maupun non fisik (di postingan ini aku berbicara yang fisik saja, seperti bangunan dan jalan). Baik yang berandil besar, maupun kecil. Semua orang yang terlibat, dimulai dari hanya sekedar ide, sampai dengan jadinya. Sebuah pembangunan ternyata merupakan rantai yang sangat panjang dan menakjubkan, dengan suka duka di setiap cerita dan bahkan sejarahnya.

Jadi, untuk semua orang yang telah, sedang, atau akan membangun sesuatu, baik itu fisik maupun non fisik, besar maupun kecil, SALUT!! Kalian memang orang hebat!!

~ Mona Luthfina

13.4.09

Curiosity's blocked.

Pengen nulis tapi mentok berat mau nulis apa..

Jadi nulis apa yang tanganku pengen ketik aja dan kita lihat aja tanganku pengen ketik apa.. Hehehe..

Dimulai dari hari Kamis. Pemilu. Inget di milis ada e-mail dari salah seorang temenku yang bilang kalo "yang ikut pemilu bisa dapet kopi gratis di Starbucks." trus aku ikut pemilu, ternyata gak perlu ke Starbucks buat dapet kopi gratis, soalnya abis nyontreng kita dikasih kopi sachet satu-satu. Hehehe..

Setelah pemilu hari itu dihabiskan di rumah saja. Bermalas-malasan.. Menonton TV, nge-net, dan sebagainya.

Jumat libur lagi, libur paskah katanya sih. Ini juga dihabiskan di rumah.. Ngapain ya.. Mati gaya kayaknya sih, libur berasa lama sekali..

Sabtu masuk kerja. Gak pernah merasa sesenang ini masuk kerja di hari kejepit. Daripada mati gaya di rumah. Gak menyangka kerjaan banyak. Pulang kantor ketemu ama Inanda, Nance, Merlyn, dan Mitha. Ngobrol dudidam dudidam.. Ngobrol lama ama Nda dan Nance, entah kenapa dua Nanda ini lagi pada merasakan sesuatu yang indah (apa langsung disebut aja yah kalian lagi merasakan apa.. hehe) jadinya aku terjebak di antara mereka berdua. Tapi aku senang kok.. hehehe...

Malamnya ke Gramed beli beberapa buku trus ketemu Diah bareng ama Nda di BIP, nonton drama singkat di J.Co dan ngobrol panjang lebar sampai BIP hampir tutup.

Pulang ke rumah, Nda nginep di rumahku. Ngobrol panjang lebar tentang banyak hal ampe jam 1 malem.. Huakhahahahaha.. Gak usah didetailin lah ngobrol apa.. banyak pokoknya.. hehe..

Minggu libur (jelas). Nda pulang naik Cititrans jam 10.15 WIB. Siangnya Bapak Ibu dateng. Hari ini pun dihabiskan di rumah. Sorenya liat-liat foto Om Raimy (papanya Femmy) di Facebook pas di Turki. Trus mengingat Ibu Bapak hari Minggu ini akan pergi umroh dan ke Turki juga. Jadi pengen dan terobsesi pergi ke Turki. Tapi pengennya ke Turki ama suami, jadi mungkin mimpi ini tidak akan tercapai dalam waktu dekat.

Malamnya conference dan chatting ama anak-anak TI 2003, ngebahas Dana Abadi TI 2003. Mudah-mudahan ide ini bisa terlaksana. Amiiinn..

Tidur jam 12 malem, bangun jam 4 pagi, sahur.. nunggu shubuh, shalat, tidur lagi..

Bangun-bangun kliyengan.. kurang tidur.. tapi harus bangun buat kerja.. Pergi kerja, rapat ngebahas proposal. Trus puasa hari ini gak berasa karena kerjaan yang banyak, mpe baru pulang jam 1/2 8 malem dan belum sempet makan. Laper beraaat..

Pulang dibilangin kalo Pasteur macet total karena banjir besar di depan BTC. Tapi ternyata udah longgar pas kita lewat. Sampai rumah, makan bareng adek. Trus nyalain laptop, berniat menulis tapi mentok dan merelakan jari-jari ini untuk mengetik sekenanya..

Hohoho.. banyak juga.. yasudah, begitu saja..

Butuh inspirasi sangat banyak..

Ah, I need my sense of curiosity back!!

Gitu aja ah..

~ Mona Luthfina lagi gak jelas banget..

12.4.09

Istanbul, Wait for me!!!!

Istanbul dilihat dari Laut Bosphorus.
Picture taken by Om Raimy Sofyan (papanya Femmy).

I will definitely go to Istanbul, Turkey!!! Some day, in one bright day, with my future husband (entah sapa).. Hehehe..

Kayak Bapak Ibu, kayak PaMa-nya Emi (Om Raimy dan Tante Felia)..

Aaaaarghhh.. pokoknya aku harus ke Turki. TITIK.

~ Mona Luthfina

9.4.09

TI ITB 2003 - Kangeeeeeeennn!!!!!

Tak terasa sudah 1,5 tahun (dan 2 tahun untuk beberapa orang) kami berpisah dan menjalani hidupnya masing-masing. Benar-benar waktu berlalu begitu cepat..

Tahun pertama di awal kehidupan kami yang dilalui dengan mengejar nasibnya masing-masing. Mencari kerja, mengejar dunia, mengejar mimpi, mencari jati diri, membuktikan diri, berusaha, gagal, bangkit, mencoba lagi, berdoa, berharap, bermimpi, semuanya...

Kelulusan memang membuat kami berpisah, fisik bukan hati. Dalam perpisahan itu kami semua sadar bahwa hari itu kami didaulat menjadi manusia dewasa yang siap untuk mengambil keputusan sendiri dalam hidupnya sendiri. Siap untuk mengambil kesempatan, siap untuk meraih apa yang kami kejar, dan juga siap untuk ditolak oleh yang kami kejar. Siap untuk naik, siap untuk jatuh.

Sekarang kami menghadapi semua sendiri, pekerjaan, susahnya cari uang, susahnya cari kerja, senangnya mendapat gaji, senangnya menjalani hidup sendiri, memiliki waktu untuk sendiri, menjadi dewasa, dan semua prosesnya. Semua sendiri, jika ada sahabat atau pacar tempat bercerita, rasanya tak lagi sama dengan dulu. Different, but still in a good way.

Tak terasa sudah 1,5 tahun bahkan hampir 2 tahun kami menapaki kehidupan kami masing-masing..

Dan kini.. ketika kelembaman dan rutinitas sudah mulai melenakanku, baru kusadari, ternyata aku kangen berat sama teman-teman TI 2003-ku.. 4 tahun bersama mereka tidak pernah membuatku bosan... Tertawa dan menangis bersama, selalu seruu.. Haaa.. kangen...

Semoga syukwis minggu depan kalian banyak yang datang ya.. Pengen aku peluk kalian semua.. Huhuhuhu..

Kami sekarang telah menjadi orang-orang yang berbeda pastinya, lebih tua tentunya lebih dewasa harapannya, tapi kami tetaplah orang-orang yang sama yang pernah dan akan selalu menjadi TI 2003. Entah sudah bekerja di perusahaan apa atau sekolah lagi dimana, kami akan selalu menjadi TI 2003. Satu keluarga.. Selalu.. Pastinya..

~ Mona Luthfina merasa kangen sama banyak orang..

3.4.09

Lembam

Hidup tanpa sesuatu yang dikejar itu membosankan..

Hidup tanpa tantangan itu menjemukan..

Hidup tanpa tujuan itu tersesat..

Hidup tanpa mimpi itu hambar..

Hidup tanpa semua yang di atas adalah rutinitas..

Rutinitas membuat kita semakin lembam..

Lembam..

dan hambar..

Makanya kita butuh tantangan, adrenalin, tujuan, mimpi, atau sesuatu yang bisa kejar..

Hmmm.. begitulah..

~ Mona Luthfina di titik terlembam dalam sebulan ini..