"Sahabat itu mencintai tapi tak harus memiliki.." ~Hertanti, 2009."Sahabat itu.. one of my everything.." ~Iswahyuni, 2009."Sahabat itu.. yang tidak berkhianat.." ~Paramitha, 2009.
Beberapa jawaban yang berbeda dari beberapa sahabat yang berbeda pula..
Kemarin, dalam perjalanan pulang ke Bandung, terpikir sebuah pertanyaan, "Apa sih sahabat untuk seorang Mona?". Aku sering banget menanyakan tentang hal ini kepada banyak orang, tapi tidak pada diriku sendiri. Paling tidak, tidak pernah memikirkannya secara khusus. Kali ini, aku ingin memikirkannya secara khusus.
Setelah lulus, secara otomatis hubungan pertemanan kita akan sangat terpengaruh. Biasa sering bertemu, kali ini tak lagi ada kabar. Biasa sering berdiskusi, kali ini sms pun jarang. Aku percaya bahwa kita hidup jelas tidak bisa sendiri. Butuh keluarga, butuh pula sahabat. Aku rasa, tidak mungkin menjaga pertemananku dengan semua orang dengan kualitas yang sama.
Aku tahu bahwa aku harus menjaga semua hubungan pertemananku, tapi aku sadar aku tidak akan mampu untuk menjaga semuanya dengan kualitas yang terbaik (atau paling tidak, sama dengan dulu). Oleh karenanya aku butuh skala prioritas (yang tanpa sadar selalu kita lakukan dalam berteman).
Aku butuh sahabat.
Pertanyaannya, butuh berapa banyak?
Sebanyak-banyaknya.
Untuk apa?
Untuk pembagian tugas. Sahabat yang ini untuk ini, sahabat yang itu untuk itu.
Perhitungan sekali.
Karena persahabatan itu seperti bunga. Bunga yang berbeda membutuhkan perawatan yang berbeda. Sahabat 1 cocok untuk bersenang-senang, sahabat 2 cocok untuk diskusi-diskusi berat, sahabat 2 cocok untuk curhat tentang keluarga, sahabat 3 cocok untuk curhat tentang hati, dan ada pula sahabat yang tanpa alasan apapun aku ingin menyebutnya sahabat.
Setiap sahabat ada spesialisasinya. Jika ada di antara sahabatku yang merasa tersinggung dengan ini, maafkan. Tapi aku memang membagi persahabatanku seperti itu. Kenapa?
Karena sahabat itu peduli namun tidak memiliki.
Aku peduli dengan semua sahabatku namun aku tidak memiliki mereka. Kalau kita bercerita tentang semua hal pada satu sahabat saja, maka kita sudah berusaha memiliki sahabat itu dan menurutku persahabatan itu sudah tidak bisa disebut persahabatan lagi, namun pernikahan.
Aku melihat di keluargaku. Ibu dan Bapak. Ibu selalu menceritakan semua hal dalam hidupnya kepada Bapak, begitu pula sebaliknya. Tanpa Ibu dan Bapak sadari (atau mungkin telah mereka sadari) mereka telah menjadi sahabat dan tidak perlu sahabat lainnya.
Saat ini, aku membagi persahabatanku karena aku belum memiliki sahabat yang bisa mendengarkan semua cerita kehidupanku, dari yang paling remeh (seperti hari ini bangun kesiangan) sampai yang paling krusial tanpa harus merasa mengganggu atau terganggu. Karena aku belum memiliki sahabat seumur hidup (baca: suami. Huakhahaha..)
Sebelumnya aku belum merasa perlu sahabat seumur hidup seperti itu, namun kini, mulai berpikir.. "Sepertinya sekarang sudah saatnya aku mulai berpikir untuk mencari sahabat yang satu itu.." hohoho...
Tapi ya... jalanin aja kali ya hidup ini.. Selama ini masih baik-baik saja kok.. Rawat terus sahabat-sahabat yang ada.. Kali aja, dari sahabat yang ada saat ini, bisa terhubung ke sahabat yang seumur hidup itu. Amiin.. Hehehe..
Mengutip lagi dari seorang sahabat,
"Persahabatan bisa berakhir pada sebuah cinta, namun cinta belum tentu berakhir pada sebuah persahabatan."
Pada akhirnya...
Sahabat adalah.. seseorang yang bisa kita cintai dan sayangi tanpa pamrih dan tanpa tujuan apapun dibalik persahabatan itu selain ya persahabatan itu sendiri. Tidak lebih dan tidak kurang.
~ Mona Luthfina mendefinisikan sahabat.
P.S.
"..bila cinta kita takkan tercipta, ku hanya sekedar ingin tuk mengerti.. adakah diriku, oh singgah di hatimu.. dan bilakah kau tahu, kaulah yang ada di hatiku.."
~ "Untitled" by Maliq & d'Essentials
cieee monaaa....
ReplyDeleteit's about time mon. huhuuuuyy..
more like partner gak sih sbnernya, partner in life,, huhuy