30.3.08

Status: Jobseeker

Jobseeker, sedikit di atas pengangguran.. Hehehe...

Dua hari yang lalu aku menjalani wawancara psikolog.. Diserang secara sepihak.. Huakhahaha.. Di wawancara itu, aku dibilang:
1. Terlalu tergantung sama orang lain
2. Kurang percaya diri
3. Pinter eman-eman [ngerti gak? Sebenernya pinter, tapi gak keliatan pinter.. sial..]
4. Terlalu banyak keinginan
5. Gak punya sasaran

Terlepas dari benar tidaknya semua hal di atas.. Ada perasaan nyesek, bete, insecure, semua deh.. Membuatku bertanya apakah benar semua yang dikatakan oleh psikolog tersebut. Tapi aku melihatnya sebagai kritik sekaligus masukan. Jadi, mencoba untuk menjadi orang yang terbuka terhadap kritik. Aku menerima semua kritikan tersebut. Semoga aku bisa membenahi dan menjadi orang yang lebih baik dan pada akhirnya bisa melepas status jobseeker dan dapat bekerja karena Allah..

Amiiinn..

10.3.08

How Addicted to Blogging Am I?

80%How Addicted to Blogging Are You?

Kebaikan akan Dibalas dengan Kebaikan

Di MTI aku belajar bahwa melakukan sesuatu untuk orang lain, jika kita melakukannya dengan sungguh-sungguh, insya Allah orang yang kita berikan sesuatu itu akan merasakan apa yang kita rasakan. Di MTI aku belajar ini dari acara syukuran wisuda. Salah satu acara yang konkret dibuat untuk orang lain [wisudawan/wati]. Berulang kali aku terlibat acara syukuran wisuda. Dari yang pertama kali, Maret 2004 sampai Juli 2007. Dari yang hanya bagian kecil, seperti seksi perlengkapan, sampai jadi ketua acara, sampai jadi steering committee.. Selalu dalam setiap syukwis, aku menekankan pada diriku dan panitia yang lain bahwa acara ini untuk wisudawan, jadi segala tindakan, segala keputusan yang dibuat pertama kalinya harus dipikir, "Kira-kira, wisudawan akan suka atau tidak ya.." Perasaan sungguh-sungguh ini aku lakukan tanpa aku tahu apa balasannya, murni karena itulah yang diajarkan oleh Ibu Bapakku. Murni karena itulah yang memang seharusnya aku lakukan.

Tapi Allah memang Maha Adil dan Maha Tahu. Syukuran wisuda MTI hari Sabtu malam yang lalu [8 Maret 2008] menjadi syukwis terbaik MTI. Syukwis itu menjadi syukwis paling sempurna yang pernah aku datangi. Pada syukwis itu, Allah memunculkan pengertian di dalam diriku bahwa apa yang selama ini aku lakukan akhirnya berbalas juga. Kesungguhan dalam setiap acara syukwis MTI terbalas malam itu, aku merasakan apa yang wisudawan2 yang lalu rasakan. Aku merasa [walaupun kesannya kepedean, tapi bodo ah..] bahwa syukwis Sabtu malam itu memang dibuat untukku. Semua performance benar-benar dibuat untuk kami dan yang lebih membahagiakan, semua angkatan memberikan yang terbaik untuk kami, para wisudawan. Dari angkatan 2004, 2005, 2006, sampai angkatan 2007 yang tidak kami kenal. Betapa membahagiakan dan membanggakan. Aku sangat senang sampai-sampai merasa sangat sedih dan terharu karena meninggalkan MTI.

Aku bersyukur, Allah memberiku jalan beririsan dengan MTI, kalau aku dulu tidak ikut PPAB, aku yang saat ini adalah orang yang jauh berbeda dan aku akan sangat menyesalinya. 4,5 tahun di TI, di MTI, di ITB, membuatku menjadi Mona yang seperti ini, memberikan aku begitu banyak pembelajaran, kenangan, persahabatan, dan kebahagiaan. Aku bersyukur karenanya. Terima kasih.. Alhamdulillah..
P.S.
Terima kasih untuk panitia syukuran wisuda MTI yang membuat syukwis ini mejadi hal yang tak terlupakan. Terima kasih untuk semua angkatan dari 2004 sampai 2007 yang memberikan performance terbaik mereka untuk kami dan membuat kami merasa bahwa "ya, kami memang berharga". Terima kasih..

Makna Kelulusan [untukku]

*karena speedy di rumah mati nyala.. postingan ini baru bisa dibuat hari ini.. hehehe..*

Sabtu yang lalu, aku [akhirnya] wisuda. Alhamdulillah.. Seorang sahabat bertanya, "Gimana rasanya, mon?". Hmmm.. kalo dibilang seneng banget, iya seneng banget, tp bukan karena wisudanya, tapi karena syukuran wisuda yang dibuat MTI buat kita [cerita tentang ini di postingan yang lain ya..], dibilang lega, lebih lega pas selesai sidang dan dinyatakan lulus oleh Bu Rajes. Tapi, memang perasaan lega dan seneng banget itu tetap ada.

Aku lebih merasa senang karena Ibu Bapakku akhirnya melihatku wisuda, senang karena mereka bahagia bisa melihat anaknya lulus, senang karena aku wisuda bersama teman-temanku, senang karena banyak orang yang berbahagia karena kelulusanku, senang karena akhirnya aku bisa membuktikan kalau aku bisa lulus [pada akhirnya.. hehehe...]

Aku lebih merasa lega karena setelah berbulan-bulan ketidakjelasan akan TA-ku, akhirnya bisa selesai juga, lega karena 4,5 tahun bisa berlalu juga, lega karena aku bisa lolos dan lulus [soalnya susah juga proses untuk lulus ini], lega karena aku tidak sekali lagi mengecewakan orang tuaku karena gak bisa wisuda [seperti pas bulan Juli dan terutama bulan Oktober yang lalu], lega karena akhirnya aku punya bekal untuk menentukan masa depanku sendiri..

Lulus adalah satu perubahan bagiku.. satu bekal bagiku.. satu perpindahan dari jenjang yang satu ke jenjang yang lain.. Lulus adalah saat dimana aku sudah mulai berdiri sendiri, merencanakan masa depanku, menapaki hidup yang baru, terjun langsung ke dunia nyata dengan semua hak dan kewajiban, dengan semua resiko dan konsekuensi dari tindakan yang aku ambil.. Lulus adalah penetapan bahwa saat ini, "salah" adalah kata yang harus dihindari, "tanggung jawab" adalah kata yang mutlak harus dimiliki, dan "berusaha" adalah kata yang seharusnya terjadi. Lulus adalah status yang merubah kondisiku, tidak lagi menjadi anak emas [baca: mahasiswa] yang masih bisa salah dan seenaknya, tapi sudah menjadi bagian dari masyarakat dunia yang HARUS memberikan kontribusi, dalam bentuk apapun.

Lulus terdengar menjadi mengerikan.. Hmmm.. tidak juga, karena aku tidak lulus sendiri, karena aku tidak hidup sendiri, karena aku tidak menghadapi dunia nyata sendiri, karena proses belajar itu tidak akan pernah berhenti hanya dengan kata "lulus", dan karena aku masih memiliki orang-orang yang aku sayangi dan menyayangiku yang mendampingiku di awal kehidupanku.. Lulus bukanlah hanya sebuah akhir dari satu masa, tapi juga awal dari masa yang lain. Aku pasti bisa, kami pasti bisa, karena kita telah terbiasa "lulus" dari suatu hal dan memulai hal yang lain.

Di hari itu, saat aku melihat diriku di cermin, dengan kebaya dan toga.. yang aku lihat adalah orang yang [harus] siap untuk menapaki kehidupan.. dan aku berbangga karenanya.. dan aku bersyukur pada Allah karenanya.. dan aku berdo'a semoga aku bisa menjalani kehidupanku dengan tulus dan melakukan semua karena Allah. Alhamdulillah..

5.3.08

Pursuing My Own Happiness

Pertanyaan yang lagi sering ditanyakan padaku saat ini adalah..

"Mau ngapain abis lulus, Mon? Kerja? S2?"

Kalau sekarang sih (sebelum wisuda) aku jawabnya, "Belum juga wisuda, nyantai dulu.. Hehehe.."

Tapi, wisuda itu tinggal beberapa hari lagi, udah gak bisa dijadikan alasan lagi. Cover letter buat apply kerja aja udah harus berubah. Belum lagi seperti yang dibilang ama seorang teman, kalau lulusan universitas X gak cepet dapet kerja itu aneh.. Hehehe.. Jadi, jawaban dari pertanyaan di atas apa? Aku akan menjawab, "Mau kerja dulu." Gak selesai sampai di situ pertanyaannya, muncul pertanyaan lain, "Kerja dimana?" Sebenernya aku pun gak tau akan kerja dimana. Jelas-jelas belum diterima dimana-mana. Hehehe.. Mungkin pertanyaannya lebih ke, "Pengen kerja dimana?". Kalau pertanyaan ini aku punya jawabannya, "Yang pasti gak di Bandung." Soalnya, udah seumur hidup aku tinggal di Bandung, jadi kerja di Bandung tidak lagi menjadi pilihan. Jauh dari pilihan. Jakarta pun menjadi pilihan terakhir. Soalnya gak pernah bisa nyaman tinggal di Jakarta. Hehehe.. Selain itu, aku beranggapan kalau ingin mandiri dan bener2 "to live on my own feet" itu ya sekalian aja keluar dari rumah.. Jauh-jauh dari orang tua. Jadi, tidak memberikan kesempatan bagi diriku sendiri untuk bermanja-manja sama orang tua.

Tapi, sebelum itu semua terjadi. Janji adalah hutang yang harus dibayar. Aku harus ngaji dulu. Hehehe.. Tapi proses mencari pekerjaan itu sudah dimulai. Ada yang berminat mempekerjakan aku? Hehehe.. Jadi, kalau aku ditanya, "Lagi sibuk apa sekarang?" Aku akan menjawab, "Pursuing my own happiness." Caranya? Aku pun lagi mencari caranya. Do'akan ya..

Jumper vs Ayat-Ayat Cinta



































Minggu yang lalu, aku dan femmy nonton Jumper dan Ayat-ayat Cinta sekaligus. Dua-duanya kuat di site-site yang indah dan bagus.. Berasa iri sama Hayden Christensen yang bisa "jump" kemana-mana.. Parah deh kalo ada orang yang bisa begitu, tak perlu Visa, tiket pesawat, koper, gak butuh akomodasi apapun. Berasa punya pintu kemana-mananya Doraemon. Hehehe.. Untuk orang seperti aku yang pengen banget bisa keliling dunia (siapa juga yang gak mau), film ini jadi bikin iri.. Mau dong jadi Jumper.. Hehehehe...

Sementara itu, film yang satunya lagi, Ayat-ayat Cinta. Ni film fenomenal banget dari sisi publikasi dan reaksi dari masyarakat Indonesia. Gimana enggak, novelnya aja sudah terjual jutaan eksemplar. Pasti para pembaca AAC berharap filmnya sebagus novelnya. Namun, seperti film-film lain yang "based on" novel terkenal, tidak mampu untuk memindahkan seluruh isi novel ke film. Begitu pula dengan film AAC ini. Setengah film pertama, filmnya sering loncat2 gak jelas (kayak Jumper dunks.. hehehe), setengah film kedua ceritanya agak berbeda, bahkan endingnya pun ditambah.. Tapi kalo dilihat sebagai sebuah film (tanpa melihat novelnya), film ini bisa dibilang, lumayanlah, gak mengecewakan kok.. Pesannya bisa ditangkep (bola kali..), pemainnya lumayan, dan terutama banyak site2 yang indah seperti sungai Nil misalnya (eh, beneran sungai Nil gak yah?)..

Jadi, hari itu.. nonton dua film sekaligus.. cukup menyenangkan.. Tidak merasa rugi mengeluarkan 30ribu perak.. Hehehe..

Nunggu The Kite Runner nih.. kapan ya.. Mudah-mudahan bisa menerjemahkan novelnya dengan baik.. Baca lagi ah bukunya.. Hehehe..

Jakarta International Java Jazz Festival 2008

Untuk kesekian kalinya aku gak bisa dateng dan liat apa itu Java Jazz Festival. Padahal dari dulu pengen banget nyambangin festival yang ok punya ini. Aku tau Java Jazz itu sejak SMA. Terutama tahun terakhir. Berarti sekitar 6 tahun yang lalu. Tapi sejak kuliah di ITB, keinginan untuk nonton, nyambangin, dateng, pergi ke, dan menikmati event internasional ini ya gak pernah kesampean... Kenapa? Intinya sih karena Java Jazz itu SELALU berbarengan dengan acara wisuda Maret ITB. Emang rektor ITB janjian ama panitia Java Jazz-nya kali ya.. Hehehe..

Tahun pertama kuliah:
Waktu itu masih diospek a.k.a masih dalam proses PPAB, sebagai anak tingkat satu yang harus nurut ama kata senior, dan kalo gak ikut dicibir oleh sesama (anak tingkat satu maksudnya). Tahun itu angkatanku disuruh ngebantuin acara syukwis MTI, ikut ngarak, dan bikin kabaret. Nah, mau gak mau harus dateng kan.. karena seperti PPAB biasanya, ada absen. Padahal malemnya, para wisudawan itu menyiksa kami di lapangan SBM dengan malam SWASTAAAA!!! Huakhahaha.. Kalo dipikir2 sebenernya bentuk syukwis buat para wisudawan saat itu ya malam SWASTA itu.. Hehehe..

Tahun kedua kuliah:
Karena kesombongan pribadi, dan need achievement yang mendadak tinggi. Aku mencalonkan diri jadi ketua panitia syukwis MTI. Gaya banget yah.. Padahal di MTI jarang-jarang ada yang mencalonkan diri, biasanya maen tunjuk. Hehehe.. Karena jadi ketua, gak mungkin dong bisa datang ke Java Jazz tanpa cibiran anggota panitia, padahal maunya bikin acara syukwis MTI terbaik. Tapi sebanding kok gak ikut Java Jazz juga. Banyak pencapaian yang terjadi saat itu. Salah satunya adalah dimulainya tradisi syukwis MTI di Sabtu Malam dan di ALTIM (yang akan berubah menjadi ALBAR pada tahun ini).

Tahun ketiga kuliah:
Sukses acara syukwis MTI bulan Maret membuatku dipertimbangkan menjadi Kadiv Intern MTI. Hehehe.. Ya jadilah.. Karena acara syukwis itu di bawah divisi intern, lagi-lagi diriku absen dari event Java Jazz. Hehehe... Tahun ini sudah mulai pasrah.. Hehehe..

Tahun keempat kuliah:
Lagi-lagi (bisa gila aku) karena syukwis. Walaupun gak terlibat langsung, tapi orang-orang yang diwisuda saat itu banyak banget yang dekat, dan ada sahabatku di sana. Kalau gak mau disepet atau dicibir ya harus dateng.. Hehehe.. Tapi gakpapa, soalnya aku pun sedang berbahagia karena temen-temen dekatku lulus...

Tahun kelima (udah gak kuliah lagi, tahun ini):
Tebak kenapa hayooo.. Karena tahun ini Java Jazz berbarengan dengan wisudaku sendiri. Huakhahaha.. Emang gak jodoh ama Java Jazz, tapi jodohnya ama wisuda Maret ITB. Hehehe.. 5 tahun berturut-turut gak bisa datang ke Java Jazz, semua karena wisuda. Tapi gak papa, soalnya aku selalu bersenang-senang di acara syukwis. Mudah-mudahan tahun depan aku bisa datang ke Jakarta International Java Jazz Festival 2009. Amiiiiiinnnn......

Nabung dari sekarang ah...

4.3.08

Kun Fayakuun

"Sesungguhnya Perintah-Nya apabila Dia Menghendaki sesuatu hanyalah berkata
kepadanya, "Jadilah!" Maka terjadilah ia." ~ QS. Yaasiin 36: 82

Setiap pagi di rumah, selalu ada rutinitas "ngobrol bareng sambil sarapan". Anggotanya aku, Ibu, dan Bapak (Adek gak ikut, soalnya kalo gak belum bangun, ya udah pergi kuliah). Beberapa hari lalu pembicaraannya adalah mengenai orang-orang yang "ngegemesin". Artinya, kita berpikir, kok ada ya orang kayak gitu. Hehehe.. Intinya obrolan mengenai kekesalan terhadap seseorang deh. Nah, sampailah obrolan kami ini pada kalimat yang dicetuskan oleh Ibu..

"Gak mungkin bisa diubah orang seperti itu.. Gak mungkin banget deh.."

Bapak menimpali...

"Weitts.. tunggu dulu.. kita gak berhak ngomong gitu. Kamu kok bisa-bisanya menentukan kalo dia tidak bisa berubah. Allah itu Maha Kuasa, kun fayakuun.. Semua hal bisa berubah dalam sekejap.."

Hmmmm.......
Aku setuju sama Bapak, tapi memaklumi kenapa Ibu bisa beranggapan seperti itu. Seringkali kita berada dalam posisi Ibu, ketika semua asa sudah hilang, semua hal sudah tidak mungkin lagi diubah, ketika yang ada hanyalah pesimis, pesimis, dan pesimis.. Aku mengerti maksud Bapak. Namun, sering di saat yang terendah dan kepercayaan itu mulai luntur, kita mempertanyakan Tuhan, yaitu dengan ketidakyakinan kita bahwa segala sesuatu itu bisa berubah. Intinya adalah, harapan, do'a, mimpi, dan semua tujuan hidup kita itu harus selalu dipupuk, disiran, dan dijaga. Sehingga ketika datang saat-saat terendah dalam hidup kita, kita selalu memiliki sejumput harapan, do'a, maupun mimpi yang membuat kita tetap yakin bahwa Allah Maha Kuasa, dan perubahan itu akan datang..

Begitukah? Insya Allah..

Balada Anak Sulung

Setiap pagi, di rumah selalu dipenuhi dengan teriakan:

"Monaaaaa..... Banguuunn!!! Ayo sarapan!!!"

Dan tidak pernah dari setiap teriakan di pagi hari yang berbunyi:

"Nailaaaa..... Banguuunn!!! Ayo sarapan!!!"

Soalnya gak akan mempan.. Hehehe.. Si Adek emang anggota keluarga yang paling gak bisa dibangunin.. Jadi, percuma juga.. Teriakan ini diteriakkan oleh Bapak dan Ibu bergantian setiap hari, setiap pagi, gak pernah bosen. Sebenernya teriakan ini sering sekali diteriakkan. Maksudnya, aku sering banget dipanggil. Terutama sekarang, setelah statusku berubah menjadi pengangguran, Ibu dan Bapak tidak saja memanfaatkan aku dengan optimal tapi juga sangat maksimal. Hayah.. apaan sih.. Sebenarnya tidak hanya sekarang, tapi dari dulu.. Perlakuan Ibu dan Bapak terhadap aku dan Adek memang sangat berbeda. Mungkin karena sulung dan bungsunya..

Mona mengeluh lagi nih ya?

Enggak.. sama sekali tidak. Dulu sih iya, aku bertanya-tanya dan merasa diperlakukan secara tidak adil. Tapi sekarang, justru setelah pengangguranlah aku jadi mengerti semua ketidakadilan yang aku rasakan dulu ternyata merupakan tempaan dan pelajaran yang sangat berarti buatku. Juga sangat berguna. Ibu Bapak ingin memastikan aku menjadi orang yang bertanggung jawab, bisa menghadapi semua masalah, mengambil keputusan sendiri, dan kelak bisa hidup mandiri. Aku baru ngerti kenapa setiap aku pulang malam Ibu Bapak selalu menelepon dengan galaknya. Aku baru ngerti kenapa Ibu selalu nyuruh aku terlebih dahulu dalam urusan rumah tangga. Saat ini aku baru mengerti kenapa perlakuan Ibu dan Bapak terhadap kami berbeda, dan aku bersyukur aku terlahir sebagai anak sulung..

Walaupun masih banyak hal yang membuatku bertanya, "Kenapa sih harus gw?". Tapi pada akhirnya aku meyakinkan diriku sendiri bahwa, "Saat ini mungkin kamu gakkan ngerti kenapa, tapi suatu saat nanti kamu pasti akan mensyukurinya." Yah.. begitulah..